(Tema: Cinta Tanah Air & Sila ke-5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
Rani suka sekali tanaman. Setiap istirahat, ia pasti mampir ke taman kecil di belakang sekolah. Di situ ada pot bunga, tanaman obat, dan beberapa pohon buah. Tapi sayangnya, tak semua anak boleh ikut merawat taman.
Yang boleh hanya anak-anak dari “Tim Taman”, yaitu murid pilihan yang pintar dan rajin. Padahal, Rani juga rajin. Ia selalu membersihkan sampah dan menyiram tanaman secara diam-diam.
Suatu hari, Rani melihat bunga mawar sekolah hampir layu. Ia ambil air dari kran dekat kantin dan menyiramnya pelan-pelan.
“Awas! Kamu bukan anggota Tim Taman!” seru Reza, ketua tim itu.
Rani gugup. “Tapi tanamannya hampir mati…”
“Itu bukan urusan kamu!”
Rani pun melangkah mundur, sedih. Ia tidak paham, kenapa merawat tanaman harus dibatasi?
Besoknya, Rani menulis surat untuk kepala sekolah.
“Yth. Ibu Kepala Sekolah,
Bolehkah semua murid ikut merawat taman? Tanaman itu milik kita bersama. Saya ingin taman kita indah, bukan hanya karena tim khusus, tapi karena semua anak ikut menjaga. Terima kasih. — Rani.”
Surat itu dikirim lewat kotak saran.
Beberapa hari kemudian, Ibu Kepala Sekolah mengumumkan:
“Mulai minggu depan, siapa pun boleh ikut merawat taman! Kita buat jadwal piket taman yang adil dan bergilir. Semua anak punya hak dan kesempatan yang sama!”
Rani tersenyum lebar. Ia masuk ke daftar piket taman hari Senin. Sekarang, ia bisa menyiram bunga dengan tenang — bersama teman-temannya.
Reza pun ikut berubah. “Maaf ya, Ran. Aku kira cuma anak pintar yang boleh rawat taman. Tapi kamu benar. Taman ini milik semua.”
Rani mengangguk. Ia tak dendam. Ia hanya ingin taman sekolah menjadi milik bersama — dan dirawat bersama-sama.
Hari itu, Rani merasa jadi bagian dari Indonesia yang adil.