RESENSI NOVEL “SITI NURBAYA”

Judul: Siti Nurbaya
Penulis: Marah Rusli
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Terbit: Pertama kali 1922
Jumlah Halaman: Sekitar 260 halaman (tergantung edisi)
Genre: Sastra Klasik, Roman, Sosial
Pembaca Sasaran: Remaja dan dewasa yang ingin memahami konflik sosial budaya di masa Hindia Belanda
Tag: sastra klasik, balai pustaka, perempuan, perjodohan paksa, budaya patriarki, sejarah sastra Indonesia, perjuangan cinta

Sinopsis Singkat

Siti Nurbaya adalah kisah tragis cinta antara dua anak muda, Siti Nurbaya dan Samsulbahri, yang hidup di bawah bayang-bayang adat dan tekanan sosial. Siti Nurbaya adalah gadis cerdas dan berbakti, namun nasibnya terhenti oleh praktik perjodohan paksa ketika ayahnya, Baginda Sulaiman, terlilit utang dan menyerahkannya untuk dinikahi oleh Datuk Meringgih—seorang lelaki tua yang tamak.

Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya, yang sedang menuntut ilmu di Batavia, terpisah oleh keadaan. Meski cinta mereka tetap kuat, takdir menuntun mereka pada akhir yang penuh luka dan pengorbanan. Cerita ini menyuguhkan konflik antara nilai tradisional dan pemikiran modern, dengan latar belakang masyarakat Minangkabau dan suasana penjajahan Belanda.

Ulasan

1. Tema dan Pesan
Siti Nurbaya bukan hanya roman tragis, tetapi juga kritik sosial tajam terhadap budaya patriarki, praktik perjodohan paksa, dan ketidakadilan sosial. Marah Rusli, sebagai pengarang yang terdidik secara modern, menyuarakan keresahannya atas adat yang menindas, terutama terhadap kaum perempuan. Pesan kuatnya adalah bahwa cinta dan kebebasan memilih pasangan seharusnya menjadi hak setiap individu.

2. Gaya Bahasa
Sebagai karya awal abad ke-20, gaya bahasa Siti Nurbaya cenderung klasik, formal, dan terkesan berbunga-bunga. Namun, justru di situlah letak keindahannya. Dialog tokoh-tokohnya menggambarkan cara berpikir masyarakat masa itu, dan narasi panjangnya menghadirkan suasana batin dan lanskap sosial dengan detail.

3. Tokoh dan Karakterisasi

  • Siti Nurbaya digambarkan sebagai perempuan ideal: cerdas, berpendidikan, taat pada orang tua, namun juga berani dan mandiri.
  • Samsulbahri mencerminkan semangat modernisme dan perjuangan melawan ketidakadilan.
  • Datuk Meringgih adalah simbol kerakusan dan kekuasaan patriarkal yang menindas.

Kedalaman karakterisasi membuat pembaca mampu merasakan penderitaan dan harapan tokoh-tokohnya.

4. Relevansi Zaman Kini
Meski ditulis lebih dari 100 tahun lalu, isu-isu yang dibahas dalam Siti Nurbaya masih relevan: penindasan terhadap perempuan, tekanan sosial dalam perjodohan, dan perjuangan anak muda untuk menentukan nasib sendiri. Bacaan ini bisa menjadi cermin reflektif bagi generasi masa kini dalam melihat sejarah dan perkembangan nilai sosial.

5. Kelebihan dan Kekurangan
✅ Kelebihan:

  • Kuat dalam kritik sosial dan moral
  • Bahasa klasik yang indah
  • Membangun latar dan konflik yang tajam dan menyentuh

❌ Kekurangan:

  • Bagi pembaca muda, gaya bahasanya bisa terasa berat atau kaku
  • Ending tragis mungkin terlalu dramatis bagi sebagian pembaca

Kesimpulan

Siti Nurbaya adalah karya monumental yang membuka mata pembaca tentang ketidakadilan sosial pada masa Hindia Belanda. Ini adalah roman yang tidak sekadar berkisah tentang cinta, tetapi juga tentang perjuangan hak, harga diri, dan kebebasan. Novel ini layak dibaca ulang oleh generasi sekarang untuk memahami akar budaya, serta untuk menyadari betapa pentingnya pendidikan dan kebebasan dalam menentukan jalan hidup sendiri.

📚 Rekomendasi: Wajib dibaca oleh siswa, mahasiswa, dan siapa pun yang ingin menyelami sejarah sastra Indonesia dan perjuangan perempuan.