Judul: Azab dan Sengsara
Penulis: Merari Siregar
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Terbit: Pertama kali 1920
Jumlah Halaman: Sekitar 160 halaman
Genre: Sastra Klasik, Roman Tradisional, Kritik Sosial
Pembaca Sasaran: Remaja dan dewasa yang ingin memahami pergolakan batin dan konflik adat dalam masyarakat kolonial awal
Tag: sastra klasik Indonesia, roman adat, Merari Siregar, balai pustaka, kritik tradisi, budaya patriarki, kawin paksa, perjuangan cinta, tragedi cinta, konflik orang tua-anak, sastra Indonesia awal, perjodohan, emansipasi, adat Batak, literasi sejarah, roman zaman kolonial, pembebasan perempuan, nilai keluarga, tekanan sosial, moral masyarakat, sastra pendidikan
Sinopsis Singkat
Azab dan Sengsara adalah novel pertama berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka dan dianggap sebagai tonggak awal sastra modern Indonesia. Ceritanya berkisar pada kehidupan Nuraini dan Aminuddin, dua remaja yang saling mencintai namun harus berpisah karena perjodohan paksa yang dipaksakan oleh orang tua.
Aminuddin, pemuda berpendidikan dan berhati lembut, tidak berdaya menghadapi tekanan adat. Nuraini, gadis yang taat dan mencintai sepenuh hati, harus menjalani penderitaan hidup dalam rumah tangga yang tak diinginkannya. Mereka menjadi korban dari sistem sosial yang mengedepankan kehormatan keluarga dan kepatuhan mutlak pada orang tua.
Ulasan
1. Tema dan Pesan
Merari Siregar menyoroti secara tajam dampak buruk adat yang kaku, terutama sistem perjodohan paksa dan ketidakberdayaan individu dalam mengambil keputusan hidupnya sendiri. Novel ini menyuarakan pentingnya cinta sejati, kesetaraan dalam pernikahan, dan keberanian untuk melawan ketidakadilan sosial.
2. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan cenderung formal dan klasik, khas Melayu tulisan era awal abad ke-20. Meskipun narasinya kaku bagi pembaca modern, justru itulah kekuatannya dalam menunjukkan kondisi zaman kala itu. Penulis banyak menggunakan narasi langsung dan gaya penceritaan yang didaktik, sebagai bagian dari misi moralnya.
3. Tokoh dan Karakterisasi
Aminuddin: Tokoh pria yang menggambarkan generasi baru yang terdidik namun masih terbelenggu oleh tradisi.
Nuraini: Tokoh wanita yang tabah dan menjadi simbol penderitaan akibat ketidakadilan sosial.
Orang tua Nuraini: Representasi nilai-nilai adat yang menempatkan kehormatan dan keputusan keluarga di atas kebahagiaan individu.
4. Relevansi Zaman Kini
Meski telah seabad berlalu, tema besar Azab dan Sengsara masih terasa dekat, terutama dalam masyarakat yang masih bergulat dengan tekanan adat, pernikahan paksa, dan konflik antar-generasi. Novel ini juga bisa dibaca sebagai kritik terhadap patriarki dan tuntutan sosial yang membebani perempuan.
5. Kelebihan dan Kekurangan
✅ Kelebihan:
Novel perintis yang membuka jalan bagi tema-tema kritis dalam sastra Indonesia
Bahasa penuh nuansa pendidikan moral
Sangat cocok sebagai bahan kajian budaya dan sosiologi
❌ Kekurangan:
Alur cukup lambat dan kurang dramatis secara visual
Gaya narasi terlalu didaktik bagi selera pembaca modern
Kesimpulan
Azab dan Sengsara bukan sekadar kisah cinta yang tragis, tapi sebuah protes terhadap tatanan masyarakat yang membelenggu kebebasan individu. Merari Siregar membuka mata pembacanya bahwa adat yang tidak lagi relevan harus dikaji ulang. Ini adalah karya penting yang mengajarkan pembaca muda tentang pentingnya memiliki suara, bahkan dalam lingkungan yang menuntut tunduk.
📚 Rekomendasi: Buku ini sangat cocok untuk pelajar, mahasiswa sastra, dan pembaca umum yang ingin memahami akar dari perjuangan individual dalam sastra Indonesia.