Di tengah gelombang perubahan zaman yang begitu cepat, banyak nilai-nilai luhur yang dulu menjadi pijakan kehidupan masyarakat mulai terkikis atau bahkan terlupakan. Nilai tentang gotong royong, kesederhanaan, hormat kepada orang tua, cinta tanah air, dan kesantunan berbahasa mulai terasa asing di sebagian ruang interaksi sosial hari ini. Generasi muda tumbuh di bawah pengaruh budaya populer global yang sering kali memotong akar nilai lokal. Di sinilah pentingnya literasi, bukan hanya sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi sebagai instrumen penting dalam mewariskan nilai-nilai lintas generasi.
Literasi Bukan Sekadar Membaca
Dalam pengertian yang luas, literasi bukanlah kegiatan membaca atau menulis semata. Literasi adalah proses memahami, memaknai, mengkritisi, dan kemudian menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu teks atau wacana. Melalui literasi, generasi muda bisa mengenali siapa mereka, dari mana asal mereka, dan ke mana mereka seharusnya melangkah.
Setiap karya sastra, cerita rakyat, puisi, atau naskah sejarah sejatinya adalah pembawa nilai-nilai yang menyentuh dimensi terdalam kemanusiaan. Dalam teks-teks itu tertanam cara berpikir, cara memandang hidup, dan cara menyikapi konflik sosial. Ketika kita membaca cerita Malin Kundang, kita tidak hanya membaca kisah seorang anak durhaka, tetapi juga memahami nilai-nilai penghormatan terhadap orang tua dan konsekuensi dari kesombongan.
Membangun Identitas Budaya
Literasi berperan penting dalam membentuk dan memperkuat identitas budaya. Lewat bacaan yang bermuatan lokal dan narasi kearifan tradisional, generasi muda bisa mengenal jati dirinya. Dalam konteks Indonesia yang multikultural, keberagaman narasi lokal sangat penting untuk membangun rasa bangga dan saling menghargai antarkelompok masyarakat.
Portal literasi yang konsisten mengangkat cerita rakyat, esai budaya, naskah klasik, hingga refleksi sejarah lokal—menjadi jembatan penting agar generasi digital tetap terhubung dengan akar budaya mereka. Tanpa itu, mereka mudah larut dalam identitas global yang seragam dan seringkali hampa makna.
Menguatkan Nilai Moral dan Etika
Salah satu tantangan besar dalam kehidupan modern adalah krisis nilai. Di tengah kemajuan teknologi, nilai moral sering kali menjadi korban. Nilai kejujuran tergeser oleh kepentingan pragmatisme. Nilai kesopanan terganti oleh gaya komunikasi instan dan serampangan. Nilai empati terpinggirkan oleh egosentrisme digital.
Literasi berperan sebagai benteng. Melalui teks-teks bermakna, generasi muda bisa menyerap kembali nilai-nilai moral yang telah lama hidup dalam kebudayaan kita. Misalnya, membaca kisah Roro Jonggrang bukan hanya tentang legenda, tapi tentang kesetiaan dan konsekuensi tipu daya. Puisi-puisi Chairil Anwar bukan sekadar larik indah, tapi juga semangat perjuangan dan kejujuran perasaan.
Ketika anak-anak dan remaja dibiasakan membaca dan mendiskusikan teks-teks seperti ini, maka nilai-nilai moral dan etika tidak akan terasa seperti aturan kaku, tapi sebagai hasil pemahaman yang lahir dari hati dan pikiran.
Menghubungkan Masa Lalu, Kini, dan Nanti
Setiap generasi menghadapi tantangan zaman yang berbeda. Namun, nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, kasih sayang, dan keberanian—adalah nilai-nilai universal yang melintasi zaman. Literasi menjadi penghubung antarwaktu, menjahit masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam narasi yang berkelanjutan.
Melalui literasi, kisah-kisah orang tua dan leluhur kita tidak menghilang ditelan waktu. Sebaliknya, ia hidup kembali dalam bentuk cerita, tulisan reflektif, atau bahkan film pendek dan podcast yang dikonsumsi oleh generasi baru.
Literasi tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menghidupkannya kembali dalam cara yang relevan dengan zaman.
Menanamkan Nilai Melalui Keteladanan Teks
Tak bisa dimungkiri, salah satu cara paling efektif menanamkan nilai pada anak dan remaja adalah melalui keteladanan. Namun di tengah kesibukan dan keterbatasan interaksi keluarga modern, peran teks literatif menjadi sangat penting. Tokoh-tokoh dalam cerita menjadi model perilaku yang dapat ditiru.
Sastra anak, misalnya, penuh dengan karakter-karakter yang menunjukkan kebaikan hati, keberanian, dan empati. Bacaan seperti Si Kancil, Laskar Pelangi, atau Bumi Manusia bisa menjadi pintu masuk yang efektif untuk memperkenalkan nilai melalui tokoh-tokoh inspiratif.
Literasi membentuk ruang aman bagi anak-anak untuk belajar dari kesalahan tokoh, memahami konflik batin, dan merayakan kemenangan nilai-nilai kebaikan.
Peran Portal Literasi Online
Dalam era digital, portal literasi online menjadi kendaraan strategis untuk menyebarkan nilai-nilai ini ke seluruh pelosok negeri. Dengan akses internet yang terus meluas, tulisan-tulisan bermakna dapat diakses oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Portal seperti Fixen.id dapat memainkan peran penting dalam:
- Mengarsipkan nilai-nilai lokal dan tradisi naratif yang mulai dilupakan.
- Menyediakan ruang bagi generasi muda untuk menulis dan mengekspresikan nilai-nilai yang mereka pegang.
- Menjadi jembatan dialog antar-generasi melalui esai, opini, dan cerita pendek.
- Menggabungkan unsur budaya dan teknologi agar nilai-nilai luhur tampil dalam format yang menarik.
Ketika nilai diwariskan lewat media yang sesuai zaman, maka ia akan lebih mudah diterima dan dihayati.
Penutup
Mewariskan nilai-nilai lintas generasi adalah tugas besar yang tak bisa hanya dibebankan pada keluarga atau sekolah. Ia harus menjadi tanggung jawab bersama—masyarakat, negara, dan juga media literasi.
Literasi bukan hanya soal pengetahuan, tapi tentang kebijaksanaan. Ia bukan sekadar alat untuk memahami dunia, tapi juga untuk menjaga jati diri dalam dunia yang terus berubah.
Di tengah ketidakpastian masa depan, hanya generasi yang berakar pada nilai-nilai luhur yang akan mampu bertahan, tumbuh, dan memberi arah bagi yang lain. Dan tugas kita hari ini adalah menanamkan nilai itu lewat kata, cerita, dan gagasan—melalui literasi yang hidup.