Di sebuah kota yang ramai dan penuh gemuruh, terdapat sebuah taman kecil yang dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi. Taman tersebut, meski tidak begitu luas, menjadi tempat berkumpulnya masyarakat, terutama di akhir pekan. Di sana, anak-anak bermain, orang dewasa bersantai, dan kucing-kucing liar berkeliaran, mencari sisa makanan.
Sela membuat lukisan-lukisan indah dari pemandangan taman, Emilia, seorang seniman muda, sering merasa prihatin melihat banyaknya kucing liar yang mengitari area itu. Kucing-kucing itu sudah menjadi bagian dari pemandangan taman, tetapi keberadaan mereka juga mengundang masalah. Mereka sering mengotori taman dan mengganggu ketenangan pengunjung.
Suatu sore, Emilia mengamati satu kucing yang sedang mengais sisa makanan dari tempat sampah. “Mengapa orang-orang lebih memikirkan memberi makan kucing-kucing ini, padahal lingkungan kita sangat membutuhkan perhatian?” gumamnya, menggoyangkan kepala. “Seandainya kita menanam lebih banyak pohon dan menjaga kebersihan taman ini, kita bisa memberi lebih banyak manfaat.”
Emilia mengumpulkan teman-temannya, sepuluh orang yang peduli pada lingkungan. Mereka berdiskusi tentang cara untuk membuat taman lebih hijau dan menyegarkan udara. Dalam pertemuan itu, Emilia menjelaskan, “Pohon-pohon adalah paru-paru kota kita. Mereka menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Kita perlu melakukan sesuatu untuk meningkatkan kualitas udara di sini!”
Inspirasi muncul, dan mereka pun sepakat untuk memulai proyek “Sedekah Oksigen”. Emilia dan teman-temannya mengatur acara penanaman pohon di taman. Mereka mengundang masyarakat sekitar, mengajak semua orang yang peduli untuk berpartisipasi. “Daripada memberi makan kucing, mari kita tanam pohon dan menyumbangkan oksigen bagi kota kita!” serunya penuh semangat.
Hari acara tiba. Banyak warga datang dengan jana bibit pohon. Suasananya penuh kegembiraan dan tawa. “Kami tidak hanya menanam pohon, tetapi juga memberikan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kita,” jelas Emilia kepada kerumunan yang semangat.
Selama acara berlangsung, mereka menanam berbagai jenis pohon: pohon mangga, pala, dan kenari. Setiap peserta menanam satu pohon dengan harapan pohon-pohon itu akan tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi lingkungan.
“Dengan menanam pohon, kita juga menciptakan tempat berteduh dan ruang untuk bertemu, serta tentunya meningkatkan keindahan taman,” tambah Emilia. Dia berusaha mengalihkan perhatian orang-orang dari penghuni liar itu dan menggiring mereka untuk lebih peduli pada lingkungan.
Taman yang dulunya sering dipenuhi oleh kucing liar itu mulai menunjukkan perubahan yang positif. Seiring bertumbuhnya pohon-pohon, udara di sekitar taman menjadi lebih segar dan bersih. Orang-orang mulai mengunjungi taman lebih sering, menikmati nuansa baru yang lebih damai.
Hari demi hari, bibit pohon yang ditanam mulai tumbuh, dan pohon-pohon itu mengeluarkan daun-daun hijau yang subur. Ada sesuatu yang memuaskan saat melihat hasil kerja keras mereka. “Kami telah memberikan lebih dari sekadar sumbangan untuk lingkungan,” kata Emilia saat melihat anak-anak bermain di bawah bayang-bayang pohon. “Kami telah memberikan kehidupan.”
Dengan waktu, kucing-kucing liar yang awalnya mendominasi kawasan itu semakin berkurang. Masyarakat mulai memahami pentingnya menjaga kebersihan dan merawat lingkungan. Mereka mulai berlapang hati untuk tidak memberi makanan kepada kucing-kucing tersebut agar tidak mengganggu taman.
Melihat perubahan ini, Emilia semakin yakin bahwa Pari-Paru Kota bukan hanya tentang istilah; itu adalah realita yang bisa diwujudkan jika semua orang bersatu untuk merawat lingkungan.
Dari hari ke hari, taman itu menjadi tempat yang lebih hidup, lebih hijau, dan lebih berharga bagi masyarakat. Kegiatan menanam pohon tersebut menjadi acara rutin setiap tahun, di mana lebih banyak orang datang untuk berpartisipasi. Dengan semangat kolaborasi, mereka berhasil menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan lebih sehat.
“Sedekah oksigen adalah warisan terindah yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang,” ucap Emilia sambil tersenyum, menyadari bahwa pohon-pohon yang mereka tanam bukan hanya sekadar tanaman, tetapi sumber kehidupan bagi kota yang semakin membutuhkan paru-paru baru.