DRAMA ANAK: MALIN KUNDANG


🎭 Pengantar:
Malin Kundang adalah salah satu cerita rakyat paling terkenal di Indonesia, yang sarat dengan pesan moral tentang pentingnya berbakti kepada orang tua. Naskah drama ini dikemas dalam 10 adegan dengan durasi sekitar 10 menit, cocok untuk pementasan sekolah atau komunitas. Dengan pembagian dua bagian, kisah ini membawa penonton menyelami perjalanan hidup Malin—dari harapan, ambisi, hingga kejatuhan karena durhaka pada ibunya.

Adegan 1 – Rumah Pesisir yang Sederhana

(Latar: Rumah kayu di pinggir pantai. Suara ombak dan burung camar. Malin kecil sedang membantu ibunya menjemur ikan.)

Mak:
Malin, meski kita miskin, kita harus jujur dan bekerja keras. Ibu yakin kamu bisa jadi orang sukses nanti.

Malin Kecil:
Iya, Mak! Aku ingin membahagiakan Mak!

(Narator masuk sedikit ke depan panggung)

Narator:
Di sebuah desa kecil, Malin tumbuh sebagai anak yang baik. Ibunya menyayanginya sepenuh hati, berharap kelak Malin bisa mengubah nasib mereka.


Adegan 2 – Keputusan Merantau

(Latar: Malin remaja duduk merenung, memandang ke laut. Mak mendekat membawa makanan.)

Malin:
Mak, aku ingin pergi merantau. Di sini, aku tak bisa membantu banyak.

Mak:
(Kaget, lalu tenang)
Kalau itu sudah kau yakini, pergilah, Nak. Tapi jangan lupakan Mak…

(Peluk haru. Musik lembut mengiringi perpisahan.)


Adegan 3 – Kehidupan Baru di Negeri Orang

(Latar: Dermaga ramai. Malin di kapal, berbincang dengan Juragan Kapal dan awak.)

Juragan:
Kau cerdas, Malin. Aku suka semangatmu. Kau akan jauh melangkah.

Malin:
Terima kasih, Juragan. Aku takkan sia-siakan kesempatan ini!

(Narator muncul di sisi panggung)

Narator:
Tahun demi tahun berlalu. Malin bekerja keras, cerdas membaca peluang, hingga akhirnya menjadi saudagar kaya dan menikahi perempuan bangsawan.


Adegan 4 – Kepulangan Malin

(Latar: Dermaga desa. Warga berdatangan menyambut kapal megah yang baru datang.)

Penduduk:
Itu… itu Malin Kundang! Dia pulang!

Mak:
(Menangis bahagia)
Itu anakku! Akhirnya kau pulang juga, Nak!

(Mak berlari ke arah Malin. Malin turun dari kapal dengan pakaian mewah dan istrinya yang angkuh.)


Adegan 5 – Penolakan

Mak:
Malin… anakku! Ini ibumu!

Malin: (berhenti, tampak ragu, lalu memasang wajah dingin)
Ibumu? Aku tak kenal wanita miskin ini!

Istri Malin:
Bagaimana bisa kau berasal dari tempat kumuh seperti ini?

Mak: (tersungkur, menangis)
Kau… kau sungguh anakku… Malin…

(Lampu menyorot wajah Mak yang hancur. Musik perlahan menjadi mencekam.)

Narator:
Pengkhianatan itulah yang membuat langit ikut murka. Doa seorang ibu akan segera menjadi kenyataan…


Adegan 6 – Doa yang Terluka

(Latar: Tepi pantai saat senja. Mak bersimpuh di pasir, menggenggam kerudung lusuhnya.)

Mak: (dengan suara bergetar)
Ya Tuhan… jika benar dia anakku… dan dia tega mengingkari darah dagingnya sendiri… maka tunjukkan keadilan-Mu…

(Langit mulai gelap. Suara angin dan petir pelan mulai masuk.)


Adegan 7 – Amarah Langit

(Latar: Kapal Malin di tengah laut. Langit gelap. Petir menyambar. Ombak menggila.)

Malin: (berpegangan pada tiang kapal)
Apa yang terjadi?! Laut mendadak mengamuk!

Istri Malin: (ketakutan)
Ini pasti karena ucapanmu pada ibumu! Astaga… Malin!

Anak Buah Kapal:
Tuan! Kapal tak bisa dikendalikan! Kita akan karam!

(Lampu strobo menyorot. Suara petir menggelegar. Musik dramatis.)


Adegan 8 – Kutukan yang Menjadi Nyata

(Latar: Dermaga desa. Cahaya fokus pada Malin yang terduduk, tubuhnya mulai berubah kaku.)

Malin: (dengan suara menyesal)
Mak… maafkan aku… aku salah…

(Tubuh Malin perlahan berubah menjadi batu. Musik lirih dan sedih mengiringi. Warga terdiam menyaksikan.)

Narator:
Tapi segalanya sudah terlambat. Kutukan ibunya datang bukan karena dendam, tapi karena hati yang hancur tak berdaya.


Adegan 9 – Batu di Tepi Laut

(Latar: Patung batu Malin di pinggir pantai. Mak duduk di samping batu, menatapnya kosong.)

Mak: (lembut)
Anakku… andai kau tahu… kasih ibu tak pernah habis. Bahkan kini, aku masih mencintaimu…

(Suara ombak tenang. Musik sendu pelan.)


Adegan 10 – Penutup dan Pesan Moral

(Semua pemain masuk panggung. Narator melangkah ke depan.)

Narator:
Inilah kisah Malin Kundang. Tentang harapan, ambisi, dan kehancuran karena lupa pada asal-usul. Semoga kita semua belajar…

Semua Pemain (bersama):
Hormatilah orang tuamu. Karena ridha mereka… adalah ridha Tuhan.

(Lampu perlahan redup. Musik berakhir. Tepuk tangan penonton.)


✅ TAMAT