MONOLOG “MAIN HAKIM-HAKIMAN”

🎭 Judul: Main Hakim-Hakiman

Properti: Kursi kayu, topi caping atau peci, sandal jepit, tongkat kayu (opsional)
Panggung: Latar polos, bisa diberi efek “ruang sidang bayangan”


(Lampu nyala perlahan.

Seorang pria kampung masuk dengan jalan santai, pakai caping, bawa tongkat. Duduk, buka sandal, garuk kepala.)

Pria Kampung (ngobrol kayak ke tetangga):

Ealah…
Hakim zaman saiki kok rasane kayak tukang main catur, yo?
Duduk di kursi tinggi, liat-liat kertas…
Tapi yang digerakno malah… tangan di bawah meja.

(Ketawa sendiri. Berdiri, gaya mikir sok serius.)

Aku nonton berita lho tadi sore.
Ada kasus maling duit rakyat miliaran…
Tapi hukumane?
Ringan kayak angin sore!

Lha terus ada emak-emak nyolong susu di minimarket,
malah digiring, digeret, dijeblosno!

Aku pikir…
oh, mungkin yang satu nyolongnya buat hidup…
Yang satunya, buat liburan ke Eropa.

Tapi…
yang ke Eropa malah dibelani!

(Tertawa ngakak, lalu duduk lemas.)

Hakim ki…
Sakjane tugasnya nimbang keadilan.
Tapi timbangane kok miring terus.

Kayak timbangan sayur di pasar yang udah disetel:
“Tambah duit, tambah ringan hukuman.”

(Ngomong pelan-pelan, penuh gaya “rahasia umum.”)

Katane…
Kalo yang duduk di kursi pesakitan itu orang penting,
nanti ada “paket khusus.”

Ada diskon, ada promo.
“Putusan ringan bulan ini! Gratis konsultasi sama jaksa!”

Dan… cuan pun mengalir…

(Tunjuk ke langit, gaya seperti sinetron)

“Demi hukum dan keadilan!”
Tapi…
yang adil malah disingkirno,
yang kaya dilolosno.

Kok kayak game monopoli, yo?
Yang punya uang, bisa beli jalan.
Yang gak punya… langsung ke penjara!

(Berjalan keliling panggung, seperti hakim pura-pura bijak.)

“Setelah mempertimbangkan semuanya…”
(Tiru gaya hakim:)
“Terdakwa dinyatakan bersalah… tapi…
karena sudah mengembalikan uang dan berkelakuan baik…
hukuman dikurangi menjadi… pengajian online dan video motivasi.”

(Ketawa sendiri sambil tepuk jidat.)

Lha aku yo pengen dong!
Besok-besok kalo utang di warung belum bayar,
tinggal bilang ke bu warung:
“Maaf, Bu. Saya bertobat kok.
Saya bikin video klarifikasi dan minta maaf pake baju putih.”

Langsung bebas, plus dapet susu gratis.

(Gaya duduk ngelamun, garuk kepala.)

Tapi ya gimana ya…
Wong rakyat kecil kayak aku cuma bisa nonton.

Nonton drama ruang sidang,
tapi pemainnya itu-itu aja.

Sutradaranya?
Duit.

Script-nya?
Diatur sesuai rekening.

(Bangkit perlahan. Tatap penonton satu-satu, lalu senyum miring.)

Jadi kalau sampeyan nanya,
“Keadilan di mana, Pak?”

Aku jawab:
“Keadilan lagi cuti… ikut seminar anti-korupsi di Bali.”

(Lampu redup. Ia angkat tongkat ke langit.)

Mudah-mudahan…
suatu hari nanti…
yang duduk di kursi hakim…
bukan cuma pakai toga,
tapi juga punya… tangan yang bersih.

(Lalu balik badan, jalan keluar panggung pelan, sambil bersenandung lirih:))

“Hakim-hakim manis…
janganlah kau… main-main… dengan hukum negaraaa…”