Zaman digital menawarkan kebebasan informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kita bisa mengakses ribuan artikel, berita, opini, dan karya sastra hanya dengan beberapa klik. Namun di balik kemudahan itu, tersembunyi tantangan yang besar: banjir informasi yang tak semuanya jernih.
Setiap hari, kita disuguhi berita sensasional, status penuh emosi, dan opini yang dibungkus seolah-olah fakta. Di media sosial, perbedaan antara informasi dan disinformasi kian kabur. Kita tidak lagi kelaparan informasi, tapi malah terancam keracunan olehnya.
Inilah saatnya kita bertanya: Apa artinya menjadi pembaca di zaman ini? Dan lebih penting lagi, apa artinya menjadi pembaca yang kritis?
Menjadi pembaca kritis bukan berarti mencurigai segalanya. Tapi berarti tidak menelan mentah-mentah. Ini soal kemampuan untuk memilah dan menafsir, bukan hanya menyerap. Ini soal bertanya sebelum percaya, dan menelaah sebelum menyebarkan. Karena begitu kita berhenti bertanya, kita jadi bagian dari masalah: ikut menyebarkan kebisingan, memperkuat polarisasi, dan memperlemah daya nalar masyarakat.
Kita harus mampu membedakan:
- Mana berita, mana opini.
- Mana data, mana interpretasi.
- Mana logika, mana emosi yang dikemas untuk manipulasi.
Literasi digital bukan hanya kemampuan membuka laman web atau menggulir feed. Literasi sejati adalah kemampuan berpikir kritis atas apa yang kita baca, dan bertanggung jawab terhadap apa yang kita percaya dan bagikan.
Sastra memiliki peran penting dalam membentuk kepekaan ini. Saat membaca cerpen, esai, atau puisi, kita dilatih untuk menangkap makna yang tidak gamblang. Kita belajar memahami konteks, simbol, dan sudut pandang yang beragam. Sastra mengajarkan kita bahwa kebenaran tidak selalu satu, bahwa ada ruang untuk perenungan, bahwa tidak semua harus disimpulkan dalam 280 karakter.
Fixen.id lahir untuk memperkuat kesadaran literasi ini. Kami percaya bahwa membentuk pembaca yang kritis adalah bagian dari membangun peradaban. Karena pembaca yang tajam akan melahirkan masyarakat yang cerdas. Dan masyarakat cerdas adalah pondasi bangsa yang berdaulat dalam pikiran.
Teknologi kami—dari AI Curator hingga AI Translator dan Proof Reader—tidak menggantikan daya kritis manusia, tapi mendukungnya. Alat bantu hanya akan berguna bila pembacanya sadar, jernih, dan punya kompas moral yang kuat.
Kini, tantangannya bukan kekurangan bahan bacaan, tapi keberanian untuk berpikir sendiri. Untuk tidak ikut arus, untuk mempertanyakan narasi dominan, dan untuk tidak menjadi korban algoritma.
Karena menjadi pembaca kritis hari ini adalah bentuk perlawanan yang paling penting.
BERLAYARLAH BAHASAKU.