MENEBANG POHON RANDUALAS

Kisah Nyata Yono dan Pohon Randualas yang Menghebohkan Desa

Di sebuah desa kecil di Klaten, Jawa Tengah, hiduplah dua anak SD yang dikenal cerdas, Yono dan Harno. Mereka adalah sahabat karib yang selalu bersama. Di sekolah, mereka sering menjadi kebanggaan guru dan teman-teman karena kecerdasan mereka. Bahkan, keduanya pernah menjuarai lomba cerdas cermat P4 tingkat kecamatan.

Namun, di luar prestasinya, Yono dan Harno adalah anak-anak kampung yang sederhana. Sepulang sekolah, mereka membantu orang tua dengan tugas-tugas rumah. Salah satu tugas yang rutin mereka lakukan adalah mencari kayu bakar di sekitar desa.

Hari itu, seperti biasa, Yono dan Harno membawa keranjang kecil dan berjalan ke pinggir hutan.

“Har, kita ke sawah dulu, siapa tahu masih ada ranting jatuh,” usul Yono sambil mengayuh sepedanya.

“Kemarin kita ke sana udah habis, Yo. Semua orang juga nyari di situ,” jawab Harno sambil memegang topinya yang hampir jatuh terkena angin.

Setelah berjalan cukup jauh, mereka tetap tidak menemukan kayu. Mereka akhirnya duduk-duduk di bawah pohon besar yang disebut Randualas. Pohon randu itu sudah berdiri sejak zaman kakek buyut mereka, dan dipercaya sebagai pohon keramat oleh warga desa.

“Har, kalau gini terus nggak bakal dapat kayu. Gimana kalau kita potong pohon ini aja?” tanya Yono sambil menunjuk pohon Randualas.

Harno langsung menoleh dengan kaget. “Kamu serius, Yono? Itu pohon Randualas, lho. Kata Mbah Arjo, pohon ini ada penunggunya.”

Yono hanya tertawa kecil. “Ah, itu cuma cerita orang tua biar kita takut. Kalau kita tebang, kita dapat kayu banyak. Kan lumayan buat stok sebulan.”

Harno ragu. “Tapi, Yono… Kalau beneran ada apa-apa gimana? Orang-orang bilang ini angker.”

“Kamu ini takut aja, Har. Kita cuma mau ambil kayunya, kok. Nggak bakal ada apa-apa,” Yono meyakinkan temannya.

Setelah Yono terus membujuk, akhirnya Harno setuju. “Ya udah, tapi kalau ada apa-apa, ini tanggung jawabmu, Yono.”

Minggu pagi, keduanya membawa kapak dan gergaji kecil. Dengan penuh semangat, mereka mulai menebang pohon Randualas.

“Yono, ini keras banget. Apa kita lanjut aja besok?” tanya Harno sambil terengah-engah.

“Nggak, Har. Udah setengah jalan. Ayo terusin aja, tinggal sedikit lagi,” jawab Yono dengan penuh semangat.

Setelah hampir tiga jam bekerja, pohon itu mulai miring.

“Har, cepat lari! Ini mau tumbang!” teriak Yono.

Dengan suara keras, pohon Randualas akhirnya tumbang dan melintang di tengah jalan utama desa.

“Kita berhasil, Har! Kayunya banyak banget!” seru Yono dengan senyum lebar.

Namun, kegembiraan mereka tak berlangsung lama. Tidak lama setelah itu, orang-orang mulai berteriak. Seorang ibu yang lewat tiba-tiba jatuh terduduk sambil menangis histeris.

“Aduh, apa ini? Kok tiba-tiba kepalaku berat!” teriaknya sambil memegang kepalanya.

Beberapa orang yang ada di sekitar pohon mulai bertingkah aneh. Ada yang tertawa terbahak-bahak tanpa sebab, ada yang berteriak ketakutan, bahkan ada yang berbicara dalam bahasa Jawa kuno.

“Yono, ini kenapa, Yono? Kok jadi begini?” Harno mulai panik.

“Aku… aku nggak tahu, Har. Ini bukan salahku!” Yono mulai ketakutan.

Orang-orang yang kesurupan datang dari berbagai desa. Berita tentang pohon Randualas yang tumbang menyebar dengan cepat.

Mbah Arjo, dukun kampung yang terkenal sakti, segera dipanggil untuk mengatasi kekacauan itu. Di rumahnya, orang-orang yang kesurupan berbaring di lantai, sementara Mbah Arjo sibuk membaca mantra dan menyemburkan air ke wajah mereka satu per satu.

“Sopo sing wani-wani nebang pohon Randualas?!” (Siapa yang berani menebang pohon Randualas?!) seru Mbah Arjo dengan nada tinggi.

Yono dan Harno berdiri di sudut ruangan, tubuh mereka gemetar.

“Yono, ngomong aja ke Mbah Arjo. Kalau nggak, kita bisa kena marah lebih parah,” bisik Harno.

“Tapi aku takut, Har…” jawab Yono pelan.

Melihat mereka berbisik-bisik, Mbah Arjo langsung menoleh.

“Yono! Aku sudah tahu ini ulahmu! Berani-beraninya kamu nebang pohon itu. Apa kamu nggak tahu pohon itu ada penunggunya?” seru Mbah Arjo dengan nada marah.

Yono hanya bisa menunduk, sementara Harno mencoba menjelaskan.
“Mbah, kami cuma cari kayu bakar. Kami nggak tahu kalau bakal begini,” katanya dengan suara lirih.

“Kalian ini anak pintar, tapi nggak pakai akal. Randualas itu sudah puluhan tahun nggak pernah diganggu. Sekarang lihat akibatnya!” Mbah Arjo menggebrak meja dengan kesal.

Yono dan Harno hanya bisa menunduk tanpa berani membalas.

Setelah berhari-hari, kekacauan akhirnya berhasil diatasi. Namun, cerita tentang pohon Randualas dan ulah Yono terus menjadi buah bibir di desa.

“Sampai sekarang aku masih ingat waktu Yono nebang Randualas. Hari itu satu desa heboh,” kata seorang warga di warung kopi.

“Iya, itu nggak akan pernah dilupakan. Yono memang pintar, tapi kalau soal iseng, nggak ada yang ngalahin dia,” timpal warga lain sambil tertawa kecil.

Bagi Yono, kejadian itu menjadi pelajaran besar. Meski kini ia sudah dewasa dan hidup sukses, cerita tentang pohon Randualas tetap menjadi kenangan lucu sekaligus memalukan yang selalu dikenang warga desanya.