KUNTILANAK NEBENG MOTOR DI JALAN SRININGSIH

Awal tahun 1980-an, listrik belum menjangkau desa-desa kecil. Jalanan gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan yang tersembunyi di balik awan. Jalur Pandan Simping – Gayamharjo terkenal angker, penuh cerita misteri yang membuat orang enggan melintasinya seorang diri di malam hari. Namun, malam itu, Mulyono tak punya pilihan lain.

Ia baru selesai kuliah di kota dan harus pulang ke rumah melewati Desa Mulwo. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, jalanan sepi, hanya suara jangkrik dan sesekali desau angin yang menemani perjalanan motornya.

Perempuan Misterius

Saat melintasi sebuah tikungan tajam di pinggir desa Mulwo, Mulyono melihat sesosok wanita berdiri di tepi jalan. Rambutnya panjang, wajahnya tertunduk, dan ia mengenakan kain putih lusuh.

“Mas… Mas… boleh saya numpang?” suara perempuan itu terdengar lembut, namun ada nada serak yang membuat bulu kuduk berdiri.

Mulyono terdiam sejenak, ragu. Namun, ia merasa tak enak untuk menolak.

“Eh, iya, Mbak. Mau ke mana?” tanyanya sambil menoleh.

“Ke Gayamharjo, Mas,” jawab wanita itu singkat.

Mulyono mengangguk dan mempersilakannya naik ke jok belakang. Saat perempuan itu duduk, ia merasakan sesuatu yang aneh. Badan wanita itu dingin, seperti es, meski malam itu tak terlalu dingin. Ia mencoba mengabaikan perasaan tersebut dan melanjutkan perjalanan.

Beban yang Semakin Berat

Beberapa menit pertama, semuanya berjalan lancar. Namun, lama-kelamaan motor Mulyono terasa semakin berat, seperti ada beban tambahan di belakangnya.

“Mbak, kok berat banget ya? Apa duduknya agak maju sedikit?” kata Mulyono sambil setengah bercanda, mencoba mencairkan suasana.

Namun, perempuan itu tak menjawab. Suasana semakin hening, dan rasa dingin di punggung Mulyono semakin menusuk.

Motor Mulyono mulai kehilangan tenaga. Ia berusaha mengayuh gas lebih dalam, namun motor tetap melambat. Akhirnya, motor itu berhenti di tengah jalan yang sunyi.

“Mbak, kenapa ya? Coba Mbak turun dulu, nanti saya cek motornya,” kata Mulyono sambil menoleh ke belakang.

Namun, yang dilihatnya membuat darahnya membeku. Wanita itu sudah tidak ada di jok belakang.

Tawa Mengerikan

Jantung Mulyono berdegup kencang. Ia melompat turun dari motor, matanya berusaha menembus kegelapan, mencari sosok wanita itu. Lalu, suara itu terdengar—tawa ngikik yang khas, melengking dan menyeramkan, seperti datang dari segala arah.

“Ngikikikik… ngikikikik…”

Mulyono memutar tubuhnya ke segala arah, mencoba mencari sumber suara. Namun, ia tak melihat apa pun, hanya kegelapan yang membungkusnya. Suara tawa itu semakin keras, seolah mengejeknya.

“Mbak? Siapa… siapa kamu?!” teriaknya dengan suara bergetar.

Angin tiba-tiba bertiup kencang, membawa aroma bunga melati yang menusuk hidung. Mulyono memejamkan mata, tubuhnya gemetar, doa-doa terucap dari bibirnya. Saat ia membuka mata, tawa itu perlahan mereda, dan suasana kembali sunyi.

Pelarian Penuh Teror

Dengan sisa keberanian, Mulyono menyalakan motornya. Kali ini, motor itu menyala tanpa hambatan. Ia langsung tancap gas, tak peduli lagi dengan rasa takut. Sesampainya di rumah, tubuhnya masih gemetar, dan ia langsung menceritakan kejadian itu kepada keluarganya.

Sejak malam itu, Mulyono tak pernah lagi melewati jalur Pandan Simping – Gayamharjo di malam hari. Kisah ini menambah panjang cerita horor yang melekat pada jalur tersebut, dan siapa pun yang mendengarnya akan berpikir dua kali untuk melintasinya sendirian.