KRITIK NOVEL “TIDAK MEMBALAS GUNA” – TULIS SUTAN SATI

Sebagai salah satu karya dari sastrawan Angkatan Balai Pustaka, Tidak Membalas Guna memperlihatkan ciri khas narasi moralistik yang kuat, namun dengan pendekatan yang lebih kontemplatif dibanding karya-karya sezamannya. Novel ini mengangkat tema pembalasan, penderitaan, dan keikhlasan—sebuah triad emosi yang sering kali muncul dalam konteks masyarakat kolonial yang tertekan oleh sistem nilai patriarkal dan kolonialisme Belanda.

Tokoh utama dalam cerita digambarkan mengalami serangkaian penderitaan akibat perbuatan jahat orang lain, namun memilih untuk tidak membalas dendam. Justru, ia menempuh jalan spiritual dan kesabaran yang pada akhirnya membuahkan pengakuan dan perubahan dari pihak yang menyakitinya. Ini mencerminkan nilai-nilai lokal seperti adat, rasa malu, dan kepercayaan kepada hukum karma, yang tetap dijunjung tinggi dalam masyarakat Minangkabau—tanah kelahiran sang pengarang.

Gaya bahasa Tulis Sutan Sati dalam novel ini cukup tenang dan penuh pertimbangan. Ia tidak meledak-ledak dalam menggambarkan konflik, tetapi justru menanamkan ketegangan emosional melalui narasi batin yang panjang. Penggunaan deskripsi yang panjang dan kadang repetitif menjadi bagian dari strategi estetikanya untuk membangun nuansa lirih dan reflektif.

Namun, kelemahan dari novel ini terletak pada pembentukan karakter yang cenderung hitam-putih. Tokoh utama digambarkan terlalu suci, sementara antagonis terlalu jahat tanpa diberikan ruang ambiguitas yang bisa memperkaya dinamika cerita. Selain itu, peran perempuan dalam novel ini masih sangat terbatas; mereka lebih banyak dijadikan pelengkap dalam alur nasib laki-laki, bukan sebagai penggerak utama konflik atau solusi.

Meskipun demikian, Tidak Membalas Guna memberikan cermin sosial yang penting bagi pembacanya. Ia menunjukkan bahwa balas dendam bukan satu-satunya jalan untuk mengatasi ketidakadilan. Pilihan untuk mengampuni dan berbuat baik menjadi kritik halus terhadap sistem yang keras dan tidak memberi ruang rekonsiliasi.

Penutup

Tidak Membalas Guna bukan hanya sekadar cerita tentang penderitaan dan keikhlasan; ia adalah refleksi dari nilai-nilai moral tradisional yang dihidupkan kembali dalam bentuk sastra. Dalam dunia yang semakin keras dan pragmatis, pesan dari Tulis Sutan Sati ini menjadi relevan kembali: bahwa membalas tidak selalu membawa kelegaan, dan bahwa kemuliaan kadang lahir dari pengampunan. Sebuah pelajaran yang, meskipun lahir dari zaman kolonial, tetap abadi hingga hari ini.