Identitas Buku
- Judul: Salah Asuhan
- Penulis: Abdoel Moeis
- Tahun Terbit Pertama: 1928
- Penerbit: Balai Pustaka
- Jumlah Halaman: ±208 halaman
- Bahasa: Indonesia (gaya Melayu Klasik)
- Genre: Roman Realis Sosial, Tragedi Budaya, Sastra Kolonial
Tragedi Identitas dan Benturan Budaya Timur-Barat
“Salah Asuhan” adalah karya monumental dari Abdoel Moeis yang menempatkan dirinya sebagai pelopor roman Indonesia yang tidak hanya bercerita tentang cinta, tetapi juga merinci konflik sosial, budaya, dan identitas dalam masyarakat kolonial awal abad ke-20. Novel ini tidak lekang oleh waktu karena menghadirkan pertanyaan yang selalu relevan: sejauh mana budaya Barat dapat mengisi kekosongan atau justru menghancurkan akar budaya Timur?
Tokoh utama, Hanafi, adalah gambaran dari generasi muda terdidik masa kolonial yang terjebak dalam kegamangan identitas. Ia memuja budaya Barat secara membabi buta, membenci bangsanya sendiri, dan menyangka bahwa gaya hidup Eropa adalah jalan menuju kebahagiaan. Ketika Hanafi jatuh cinta dan kemudian menikahi Corrie, gadis Indo-Belanda, konflik yang semula bersifat batin mulai menjadi sosial dan tragis. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti impian Hanafi. Ia dihadapkan pada kenyataan bahwa meskipun telah berusaha menjadi ‘orang Barat’, status pribuminya tetap membuatnya terpinggirkan, bahkan oleh istrinya sendiri.
Melalui jalan cerita ini, Abdoel Moeis menyuguhkan kritik tajam terhadap kolonialisme kultural. Ia menunjukkan bahwa penjajahan bukan hanya terjadi secara fisik, tetapi lebih dalam lagi: lewat pengaruh pendidikan dan gaya hidup yang membuat anak bangsa kehilangan rasa percaya terhadap nilai-nilai sendiri. Hanafi menjadi representasi dari kekalahan intelektual: ia bukan lagi korban kolonialisme secara ekonomi, melainkan secara mental dan emosional.
Corrie, di sisi lain, mewakili kegagalan asimilasi. Meski ia lebih lembut dan simpatik dibandingkan karakter antagonis kolonial dalam novel-novel sejenis, Corrie tetaplah bagian dari sistem yang tidak bisa menerima pribumi sebagai setara. Pernikahan mereka berakhir tragis, bukan hanya karena konflik personal, tetapi karena masyarakat dan struktur sosial tidak memberikan ruang pada hubungan yang melintasi batas rasial dan kelas.
Kekuatan Salah Asuhan terletak pada keberaniannya untuk membedah realitas dengan jujur, tanpa banyak idealisasi. Moeis menggambarkan dilema identitas dengan narasi yang dalam dan penuh tekanan batin. Ia menulis dalam gaya yang padat dan ekspresif, dengan dialog-dialog yang menggambarkan lapisan-lapisan konflik internal tokoh-tokohnya.
Namun, novel ini juga memperlihatkan keterbatasan dari zamannya. Tokoh perempuan dalam novel ini, baik Corrie maupun Rapiah (istri Hanafi yang ditinggalkan), digambarkan dalam posisi pasif dan kurang berkembang secara psikologis. Mereka lebih sering menjadi simbol dari peran atau nilai tertentu, bukan sebagai individu yang utuh. Di sisi lain, ini juga mencerminkan struktur patriarkal zaman itu dan bagaimana perempuan sering dijadikan objek dalam narasi besar tentang identitas dan nasionalisme.
Meskipun ditulis hampir satu abad yang lalu, Salah Asuhan tetap relevan hari ini, terutama dalam konteks globalisasi dan krisis identitas budaya. Banyak dari dilema Hanafi masih kita temukan dalam generasi muda yang terhanyut oleh budaya populer luar tanpa akar pada tradisi dan nilai lokal. Novel ini mengajak pembaca untuk bertanya ulang: di manakah letak kebahagiaan sejati? Apakah meniru sepenuhnya budaya lain bisa menghapus perasaan terasing dari diri sendiri?
Penutup
Salah Asuhan adalah roman tragedi identitas yang kuat dan menggugah. Melalui kisah Hanafi dan Corrie, Abdoel Moeis menyampaikan kritik mendalam terhadap efek kolonialisme pada jiwa bangsa yang sedang mencari jati diri. Novel ini menjadi catatan sejarah sekaligus peringatan bahwa modernitas tanpa akar bisa melahirkan kekosongan yang membunuh. Sebagai karya klasik, Salah Asuhan masih layak dibaca dan direnungkan dalam konteks zaman kini, sebagai bahan refleksi akan pentingnya menjaga keseimbangan antara keterbukaan budaya dan kekokohan identitas lokal.