Setelah belajar dari Abraham Lincoln bahwa masa depan adalah sesuatu yang diciptakan, Yono merasa dorongan untuk segera bertindak. Namun, ia juga merasa tekanan besar untuk bergerak cepat, seolah-olah waktu tidak berpihak padanya. Bagaimana jika saya terlalu lambat? Apakah saya bisa mencapai tujuan saya?
Malam itu, Yono terbangun dalam mimpinya di sebuah taman yang dipenuhi pohon-pohon hijau dan bunga yang bermekaran. Di tengah taman itu, seorang pria tua dengan jubah panjang duduk di bawah pohon, menatap kolam kecil yang airnya begitu jernih hingga memantulkan langit. Wajahnya memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan.
Pria itu menyapa Yono dengan suara lembut. “Selamat datang, anak muda. Aku adalah Confucius. Kau datang ke sini untuk mencari jawaban, bukan?”
Yono mengangguk, merasa seolah-olah pria ini sudah tahu isi hatinya. “Ya, saya merasa saya harus segera mencapai tujuan saya. Tapi saya takut kalau saya berjalan terlalu lambat, saya tidak akan pernah sampai.”
Confucius tersenyum kecil, lalu berkata, “Dengarkan baik-baik, Yono: It does not matter how slowly you go as long as you do not stop.”
Yono mengerutkan kening, mencoba memahami. “Jadi, kecepatan saya tidak masalah?”
Confucius mengangguk perlahan. “Yang penting adalah kau terus berjalan. Hidup ini bukan tentang seberapa cepat kau mencapai tujuanmu, tetapi tentang ketekunan untuk tidak menyerah. Bahkan langkah kecil yang konsisten akan membawamu lebih dekat pada tujuan daripada berlari cepat namun berhenti di tengah jalan.”
Ia menunjuk ke arah kolam. “Lihatlah air ini. Kau tahu, tetesan kecil air yang jatuh terus-menerus dapat melubangi batu yang keras. Bukan karena kekuatannya, tetapi karena ketekunannya.”
Yono terdiam, merenungi kata-kata itu. “Tapi bagaimana jika saya merasa lelah atau kehilangan arah?”
Confucius tersenyum lebih lebar. “Istirahatlah jika kau lelah, tetapi jangan berhenti. Carilah pemandu jika kau kehilangan arah, tetapi jangan berhenti melangkah. Perjalananmu adalah milikmu, dan setiap langkah, sekecil apa pun, adalah kemajuan.”
Ia melanjutkan, “Hidup adalah perjalanan panjang, Yono. Ada orang yang berjalan cepat tetapi kehilangan tujuan, dan ada orang yang berjalan lambat tetapi selalu melangkah ke arah yang benar. Yang penting bukan siapa yang tiba lebih dulu, tetapi siapa yang tidak menyerah.”
Yono merasa hatinya menjadi lebih tenang. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu tertekan untuk mencapai hasil dengan cepat, sehingga melupakan pentingnya menikmati proses perjalanan.
Confucius berdiri perlahan, menepuk bahu Yono. “Ingatlah, anak muda, perjalanan sejati adalah tentang setiap langkah yang kau ambil, bukan hanya tujuan di ujung jalan. Jangan takut berjalan lambat, takutlah berhenti. Karena mereka yang tidak berhenti akan selalu sampai pada tujuan.”
Ketika Yono terbangun dari mimpi itu, ia merasa lebih damai daripada sebelumnya. Ia tidak lagi terobsesi dengan kecepatan, melainkan fokus pada konsistensi. Ia berjanji untuk terus melangkah, satu langkah pada satu waktu, tanpa takut lambat atau rintangan yang menghadang.