Suatu hari, Abunawas membuka lapak di pasar. Ia membawa meja, papan bertuliskan:
“Dijual: Kebenaran Asli. Harga Sesuai Isi Dompet.”
Orang-orang datang. Heran. Lalu geli.
Seorang pedagang bertanya, “Apa gunanya kebenaran?”
Abunawas menjawab, “Untuk meluruskan jalan.”
“Tapi jalan ke rumahku sudah lurus.”
Yang lain bertanya, “Kenapa dijual? Bukankah kebenaran itu milik bersama?”
Abunawas tersenyum. “Karena sekarang, orang tak percaya pada yang gratis.”
Lalu datang seorang pejabat. “Apa ini mengolok negara?”
“Bukan, Tuanku. Ini hanya dagangan. Tapi aneh, ya… saat saya jual kebenaran, yang paling marah justru mereka yang merasa punya kekuasaan.”
Satu demi satu orang pergi. Takut.
Tinggallah Abunawas sendiri di lapak sepi, tertawa.
Keesokan harinya, lapaknya dibongkar. Ia dituduh menyebar keresahan.
Tapi sebelum pergi, ia sempat berbisik ke seorang anak kecil:
“Kalau kelak kau besar dan tak bisa beli kebenaran, setidaknya jangan ikut menjual kebohongan.”