Perjalanan Mimpi Kesebelas – Kesetiaan pada Diri Sendiri

Setelah perjalanan mimpinya yang mendalam, Yono merasa ia telah mendapatkan banyak pelajaran tentang kepercayaan diri, keberanian, dan semangat belajar. Namun, sebuah pertanyaan mulai muncul di dalam dirinya: Bagaimana jika dalam perjalanan ini, saya kehilangan jati diri saya? Bagaimana saya tetap menjadi diri sendiri di tengah semua perubahan dan tekanan?

Malam itu, Yono tertidur dengan pertanyaan yang membebani pikirannya. Ia terbangun dalam sebuah dunia yang terasa seperti abad ke-16. Ia berada di sebuah teater terbuka, dengan panggung kayu dan kursi-kursi penonton yang penuh dengan orang-orang berpakaian khas era Renaisans.

Di atas panggung, seorang pria dengan pena dan kertas berdiri di tengah cahaya obor. Ia tampak sibuk menulis, namun saat melihat Yono, pria itu berhenti dan tersenyum ramah.

“Ah, seorang tamu dalam dunia kata-kata. Selamat datang, Yono. Aku William Shakespeare.”

Yono menatap pria itu dengan takjub. “Shakespeare? Sang pujangga besar?”

Shakespeare tertawa lembut. “Sebutan itu terlalu besar untuk seorang penulis sederhana sepertiku. Tapi aku mendengar kau mencari jawaban. Jadi, apa yang membawamu ke sini?”

Yono menghela napas. “Saya telah belajar banyak dari perjalanan mimpi saya. Namun, saya takut bahwa dalam semua perubahan ini, saya mungkin kehilangan diri saya sendiri. Bagaimana saya tetap setia pada siapa saya sebenarnya?”

Shakespeare menatap Yono dengan tatapan penuh kebijaksanaan. “Ah, sebuah pertanyaan yang abadi. Dengarkan ini, Yono: This above all: to thine own self be true. Yang lebih penting dari segala hal adalah tetap setia pada diri sendiri.”

Yono mengangguk perlahan, mencoba memahami. “Tapi bagaimana caranya? Dunia ini penuh dengan tekanan untuk menjadi seperti orang lain, untuk memenuhi harapan mereka.”

Shakespeare berjalan mendekat, tangannya menggenggam pena dengan lembut. “Ketahuilah, Yono, bahwa hidup ini adalah sebuah panggung. Setiap orang memainkan peran mereka. Namun, peran yang paling penting adalah peranmu sendiri, yang kau tulis dan mainkan dengan hatimu. Jangan biarkan orang lain mengarahkan cerita hidupmu. Kau harus menjadi pengarang dari kisahmu sendiri.”

Yono terdiam, kata-kata itu menyentuh hatinya. “Tapi, bagaimana jika orang-orang tidak menyukai saya karena menjadi diri sendiri?”

“Ketika kau setia pada dirimu sendiri, kau mungkin kehilangan beberapa orang di sekitarmu,” jawab Shakespeare dengan lembut. “Namun, kau akan menemukan mereka yang benar-benar menghargaimu. Dan yang paling penting, kau akan menemukan kedamaian dalam hatimu sendiri. Lebih baik dicintai karena dirimu yang sejati daripada dihormati karena topeng yang kau kenakan.”

Shakespeare mengajak Yono berjalan ke belakang panggung, di mana ia menunjukkan naskah-naskah yang ditulisnya. “Lihatlah ini, Yono. Setiap cerita yang kutulis lahir dari kebenaran yang kutemukan di dalam diriku sendiri. Tanpa kesetiaan pada diri sendiri, aku tidak akan pernah menciptakan apa pun yang berarti.”

Yono mulai mengerti bahwa untuk tetap setia pada dirinya sendiri, ia harus mendengarkan suara hatinya, menghargai nilai-nilai yang ia yakini, dan berani menolak tekanan untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya.

Ketika Yono terbangun dari mimpi itu, ia merasa damai. Ia tahu bahwa meskipun perjalanan hidupnya membawa perubahan, ia tidak akan pernah melupakan siapa dirinya sebenarnya. Ia berjanji untuk setia pada dirinya sendiri, apa pun yang terjadi.

Sebarkan ke circle Anda