Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Yogyakarta. Sebagai anak dari keluarga petani sederhana, ia tumbuh dalam suasana yang penuh dengan keterbatasan ekonomi. Kehidupan masa kecilnya sering berpindah-pindah karena perceraian orang tuanya, yang membuatnya diasuh oleh berbagai kerabat. Meski begitu, kehidupan desa membentuk karakter Soeharto sebagai pribadi yang ulet dan tangguh.
Pendidikan formal Soeharto sempat terputus, tetapi ia kemudian melanjutkan sekolah hingga menamatkan Sekolah Dasar. Pada usia muda, ia memasuki dunia militer melalui Pendidikan Militer Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) pada masa penjajahan Belanda. Ketika Jepang menduduki Indonesia, Soeharto bergabung dengan tentara bentukan Jepang, PETA (Pembela Tanah Air), yang menjadi awal karier militernya.
Perjuangan dan Awal Karier Militer
Ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Soeharto turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Salah satu momen penting dalam karier militernya adalah keterlibatannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Keberhasilan ini mengangkat nama Soeharto di kalangan militer dan memperkokoh posisinya sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh.
Pada masa awal kemerdekaan, Soeharto terus mendaki tangga militer hingga mencapai pangkat Mayor Jenderal. Namun, peranannya yang paling menentukan adalah saat ia mengambil alih kekuasaan pada tahun 1965. Peristiwa G30S/PKI menjadi titik balik dalam sejarah Indonesia. Dengan menggunakan situasi krisis politik, Soeharto mengonsolidasikan kekuasaan melalui “Supersemar” (Surat Perintah Sebelas Maret 1966) yang diberikan oleh Presiden Soekarno. Dari situ, Soeharto secara bertahap menggantikan Soekarno sebagai presiden pada tahun 1967.
Era Pembangunan Orde Baru
Soeharto memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade. Pemerintahannya dikenal dengan sebutan Orde Baru, yang memiliki visi untuk menciptakan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Dengan latar belakang militernya, Soeharto menekankan disiplin dan kontrol ketat dalam pemerintahan.
Prestasi dan Kesuksesan
Swasembada Pangan Salah satu pencapaian terbesar Soeharto adalah swasembada pangan pada tahun 1984. Dengan program intensifikasi pertanian, pembangunan irigasi, dan penyuluhan kepada petani, Indonesia berhasil memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Prestasi ini diakui dunia, dan Soeharto menerima penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).
Pembangunan Infrastruktur Era Soeharto ditandai dengan pembangunan masif di berbagai bidang. Jalan raya lintas provinsi, bendungan, sekolah, dan puskesmas dibangun di seluruh Indonesia. Ia juga memperluas akses listrik dan telekomunikasi ke daerah-daerah terpencil.
Pertumbuhan Ekonomi Di bawah kepemimpinan Soeharto, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang stabil. Dengan bantuan teknokrat seperti Widjojo Nitisastro dan Ali Wardhana, Soeharto mengelola ekonomi melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa jayanya, pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7% per tahun.
Pengentasan Kemiskinan Program-program pembangunan Soeharto berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Pendidikan dasar diwajibkan, dan program kesehatan melalui puskesmas membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di pedesaan.
Kritik dan Kontroversi
Meski banyak pencapaian, era Soeharto tidak lepas dari kontroversi. Sentralisasi kekuasaan membuat demokrasi tertekan, sementara korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) meluas di kalangan elite. Keberadaan kroni-kroni Soeharto yang menguasai ekonomi menjadi salah satu penyebab ketimpangan sosial.
Beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia juga terjadi selama pemerintahannya, seperti peristiwa Tanjung Priok (1984), penembakan di Santa Cruz, Timor Timur (1991), dan tragedi Mei 1998 yang menandai akhir kekuasaannya.
Akhir Kepemimpinan dan Warisan
Krisis ekonomi Asia 1997 mengguncang fondasi pemerintahan Soeharto. Nilai tukar rupiah anjlok, harga kebutuhan pokok melonjak, dan gelombang demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi. Pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri setelah 32 tahun memimpin Indonesia.
Warisan Soeharto adalah cerminan kompleksitas sejarah Indonesia. Di satu sisi, ia dikenang sebagai bapak pembangunan yang membawa Indonesia keluar dari keterbelakangan. Di sisi lain, ia juga dipandang sebagai simbol pemerintahan otoriter dengan banyak kekurangan.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Soeharto tetap menjadi tokoh penting dalam perjalanan bangsa ini, seorang pemimpin yang membawa perubahan besar bagi Indonesia.