Di sebuah desa kecil di pesisir Sumatera Barat, hiduplah seorang pemuda bernama Malin Kundang, anak yang rajin serta sangat sayang kepada ibunya. Ibunya bernama Ibu Malin, seorang janda yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua setelah suaminya meninggal.
Suatu hari, saat mereka duduk di tepi pantai, Ibu Malin berkata, “Malin, kau harus belajar giat agar kelak bisa sukses. Suatu saat, kau pasti akan pergi merantau.”
“Ibu, aku ingin sukses supaya kita tidak kelaparan lagi! Aku akan bekerja keras!” jawab Malin dengan semangat.
Setelah beberapa tahun, Malin memutuskan untuk merantau ke kota besar. Dengan hati berat, Ibu Malin melepas keberangkatan putranya. “Jagalah dirimu, Nak. Ibu akan menunggu kepulanganmu,” katanya sambil menahan air mata.
Malin pun pergi dan, setelah bertahun-tahun bekerja keras, dia berhasil menjadi pengusaha yang kaya raya. Dengan bangga, dia kembali ke desanya.
Di tengah perjalanan pulangnya, Malin melihat seorang wanita cantik yang mendampinginya, dan dia berkata, “Kini aku kaya! Aku tidak perlu lagi mengingat masa lalu yang penuh kesederhanaan.”
Setibanya di desa, Malin disambut oleh penduduk yang terkejut melihat transformasinya. Ketika dia bertemu dengan Ibu Malin, sang ibu berlari dan memeluknya. “Malin! Anakku! Kau sudah kembali!”
Namun, Malin hanya menatap ibunya dengan sinis. “Hentikan! Aku bukan lagi anak yang kau kenal! Ibu tidak layak berjalan di sampingku,” katanya sambil menunjuk kepada istrinya yang cantik.
Air mata Ibu Malin mengalir. “Malin, bagaimana mungkin engkau melupakan ibumu sendiri? Aku hanya ingin melihatmu bahagia!”
Malin menepis tangannya dan berkata, “Pergilah! Tidak ada tempat untukmu di hidupku yang baru ini.”
Mendengar itu, Ibu Malin merasa sangat kecewa. Dengan isak tangis, dia berdoa, “Ya Tuhan, berikanlah pelajaran kepada anakku yang durhaka ini.”
Setelah insiden itu, Malin dan istrinya melanjutkan perjalanan dengan kapal besar. Namun, saat mereka berada di tengah laut yang tenang, tiba-tiba badai hebat melanda. Ombak besar datang menggulung kapal mereka.
“Malin! Apa yang terjadi?” teriak istrinya ketakutan.
Malin berusaha mengendalikan kapal yang terombang-ambing. “Tenang! Kita akan selamat,” namun badai semakin kuat dan kapal mulai tenggelam.
Dalam kepanikan, Malin berteriak, “Ibu! Ampuni aku! Aku menyesal!” Namun, tak ada jawaban dari Ibu Malin. Sebagai akibat dari kedurhakaannya, Malin Kundang dan kapalnya dihantam gelombang dan akhirnya dia terjatuh ke dalam laut.
Beberapa waktu kemudian, seorang penduduk desa menemukan sebuah batu yang berbentuk seperti sosok seorang pemuda. Semua orang mengenali bahwa itu adalah Malin Kundang, anak yang durhaka.
Pesan Moral
Cerita Malin Kundang mengingatkan kita bahwa sukses tidak berarti mengabaikan keluarga dan orang-orang yang telah mendukung kita. Kedurhakaan pada orang tua akan mendatangkan pen后後, dan penting untuk selalu mengenang dan menghormati mereka yang telah berkorban untuk kita.