Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja bernama Raden Putra yang memerintah di Kerajaan Jenggala. Raden Putra memiliki dua permaisuri, namun salah satu di antara mereka menyimpan niat jahat karena merasa iri dan dengki terhadap permaisuri utama yang sangat dicintai sang raja.
Suatu hari, permaisuri jahat merancang tipu muslihat. Ia berpura-pura sakit dan mengundang tabib palsu yang telah bersekongkol dengannya.
“Tuanku,” kata tabib palsu berpura-pura serius di hadapan Raden Putra, “Penyakit permaisuri ini disebabkan oleh ulah dari permaisuri utama. Beliau telah menggunakan ilmu hitam!”
Raden Putra terkejut, marah, dan kecewa mendengar kabar tersebut. Tanpa berpikir panjang, ia memanggil pengawal kerajaan.
“Pengawal! Buang permaisuri utama ke hutan. Biarkan ia mati di sana!” perintah Raja Raden Putra.
Sang permaisuri utama hanya bisa menangis dan bersedih mendengar tuduhan tersebut. Namun, ia tidak bisa membela diri. Para pengawal pun membawanya pergi jauh ke dalam hutan.
Di tengah hutan belantara, permaisuri utama yang ternyata sedang hamil tinggal seorang diri. Dengan penuh perjuangan, ia akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Cindelaras.
Cindelaras tumbuh menjadi anak yang cerdas, tampan, dan kuat. Ia diajarkan ibunya tentang kebaikan, kejujuran, serta bagaimana hidup sederhana. Cindelaras juga memiliki seekor ayam jantan yang ia pelihara sejak kecil. Ayam itu bukan ayam biasa, karena memiliki keistimewaan dan kekuatan luar biasa.
Suatu pagi, ketika Cindelaras memberi makan ayamnya, betapa terkejutnya ia ketika mendengar ayam itu berkokok:
“Kukuruyuk! Kukuruyuk!
Cindelaras anak Raden Putra,
Ayamnya kuat luar biasa,
Mengalahkan semua lawannya!”
Cindelaras menatap ayam itu dengan takjub. “Ayamku bisa bicara! Siapa sebenarnya aku?” gumam Cindelaras. Dengan penuh penasaran, ia pun bertanya kepada ibunya.
“Bu, kenapa ayamku berkata aku anak Raden Putra? Siapakah sebenarnya ayahku?”
Ibunya meneteskan air mata. Akhirnya, ia menceritakan semua kejadian yang telah menimpa mereka.
“Anakku, kau adalah putra Raja Raden Putra. Karena fitnah keji, ibumu dibuang ke hutan. Ayahmu tidak tahu bahwa kau lahir di sini.”
Cindelaras mengepalkan tangan. “Aku akan menemui Ayah dan membuktikan bahwa kita tidak bersalah!”
Dengan membawa ayam jantannya yang perkasa, Cindelaras pergi menuju istana ayahnya. Di sepanjang perjalanan, Cindelaras sering bertemu dengan orang-orang yang sedang mengadu ayam.
“Wahai anak kecil, maukah kau adu ayam dengan kami?” tantang seorang pria.
Cindelaras tersenyum percaya diri, “Baiklah, tapi jika ayamku menang, kalian harus memberikan taruhan kalian!”
Ternyata, ayam milik Cindelaras selalu menang dalam setiap pertarungan. Kabar tentang ayam ajaib dan anak yang tampan itu pun tersebar hingga ke istana Kerajaan Jenggala. Raja Raden Putra yang gemar mengadu ayam pun mendengar kabar tersebut dan merasa penasaran.
“Bawa anak itu ke hadapanku!” perintah Raja Raden Putra.
Cindelaras pun datang ke istana bersama ayam jantannya.
“Anak muda, apakah benar ayammu ini bisa mengalahkan semua lawannya?” tanya Raja Raden Putra.
“Benar, Baginda. Jika Ayahanda berkenan, ayamku bisa diadu dengan ayam milik Raja,” jawab Cindelaras dengan santun.
Raden Putra tertawa kecil, “Baiklah, mari kita lihat seberapa hebat ayam jantanmu!”
Pertarungan ayam pun dimulai. Dalam waktu singkat, ayam milik Cindelaras berhasil mengalahkan ayam Raden Putra dengan mudah. Semua orang bersorak kagum.
Namun tiba-tiba, ayam Cindelaras berkokok dengan lantang:
“Kukuruyuk! Kukuruyuk!
Cindelaras anak Raden Putra,
Ayamnya kuat luar biasa,
Mengalahkan semua lawannya!”
Raden Putra terkejut. “Apa maksud kokokan ayam itu? Siapa sebenarnya kau, anak muda?”
Cindelaras pun menjawab, “Baginda, aku adalah Cindelaras, putra dari permaisuri utama yang dulu dibuang ke hutan karena fitnah.”
Raden Putra terperanjat. Ia menatap wajah Cindelaras dengan seksama, lalu melihat cincin yang melingkar di jari anak itu—cincin yang pernah ia berikan kepada permaisuri utamanya.
“Benarkah ini? Pengawal! Segera panggil permaisuri yang dulu kubuang!”
Akhirnya, sang permaisuri utama dibawa ke istana. Melihat wajahnya, Raden Putra tak kuasa menahan tangis. “Maafkan aku, permaisuriku. Aku telah termakan fitnah dan melakukan kesalahan besar!”
Permaisuri hanya tersenyum lega. Kebenaran akhirnya terungkap, dan keluarga mereka pun bersatu kembali. Permaisuri jahat yang memfitnah akhirnya dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Cindelaras pun hidup bahagia di istana bersama kedua orang tuanya. Ia dikenal sebagai anak yang bijak, pemberani, dan memiliki hati yang tulus. Ayam jantannya yang perkasa tetap menjadi sahabat setianya, simbol kejujuran dan keberanian yang tak tergoyahkan.
———
Dari kisah Cindelaras, kita diajarkan bahwa kebenaran akan selalu menang pada akhirnya. Fitnah dan kejahatan mungkin bisa menang sementara, namun pada akhirnya kejujuran dan kebaikan akan selalu menemukan jalannya.