Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Wali Songo, sembilan wali penyebar agama Islam di tanah Jawa. Nama asli beliau adalah Raden Said, putra dari Adipati Tuban, Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Kisah hidup Sunan Kalijaga sarat dengan perjalanan spiritual, perjuangan, dan kebijaksanaan dalam menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya Jawa yang unik.
Pada masa mudanya, Raden Said dikenal sebagai pemuda yang cerdas, tampan, dan berjiwa pemberontak. Namun, ia memiliki sifat yang sangat peka terhadap penderitaan rakyat kecil. Di bawah pemerintahan ayahnya sebagai Adipati Tuban, Raden Said sering melihat ketidakadilan, banyak rakyat yang hidup miskin dan menderita sementara para pejabat menikmati kekayaan yang berlebihan.
Suatu hari, ia melihat tumpukan hasil panen rakyat kecil yang disimpan di gudang kerajaan. Hasil itu dikumpulkan dengan pajak yang tinggi. Raden Said merasa prihatin dan berpikir, “Mengapa hasil jerih payah rakyat kecil diambil begitu saja untuk kesenangan para pejabat?”
Dengan penuh keberanian, Raden Said mulai mencuri sebagian bahan pangan dan membagikannya kepada rakyat miskin di malam hari.
“Simpan ini untuk keluargamu, jangan sampai kelaparan,” bisiknya kepada salah satu warga miskin sambil menyerahkan beras.
Namun, tindakan ini akhirnya diketahui oleh ayahnya. Tumenggung Wilatikta marah besar.
“Raden Said! Apakah kau tahu apa yang kau lakukan? Kau mencuri dari gudang kerajaan!” bentak ayahnya.
“Ini bukan mencuri, Ayah,” jawab Raden Said dengan tenang, “Ini hanya mengembalikan hak rakyat kecil yang telah dirampas oleh pejabat yang serakah.”
Ayahnya yang murka akhirnya mengusir Raden Said dari istana. Dengan hati yang sedih namun teguh, Raden Said pergi meninggalkan rumah dan memulai perjalanan hidupnya.
Setelah diusir, Raden Said hidup mengembara. Namun, alih-alih sadar, ia justru terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak baik. Ia menjadi seorang perampok, tapi uniknya, ia hanya merampok orang kaya dan membagi hasilnya kepada orang miskin.
Suatu hari, di tepi sebuah hutan, ia bertemu dengan seorang lelaki tua berpakaian sederhana yang membawa tongkat dan duduk di bawah pohon sambil berdzikir. Lelaki tua itu adalah Sunan Bonang, salah satu wali penyebar Islam di Jawa.
“Hei, Kakek!” seru Raden Said. “Serahkan semua hartamu jika tidak ingin celaka!”
Sunan Bonang hanya tersenyum dan menatap Raden Said dengan tenang. “Anak muda, apa yang kau cari di dunia ini? Harta? Kekuatan? Atau ketenangan jiwa?”
Raden Said terkejut mendengar ucapan itu.
“Siapa kau, Kakek? Jangan sok bijak di hadapanku!”
Sunan Bonang kemudian mengulurkan tongkatnya ke sungai kecil di dekat situ. Ajaibnya, air sungai itu berubah menjadi emas berkilauan.
“Ambillah kalau kau menginginkannya,” ujar Sunan Bonang.
Raden Said terpana. “Ini… ini emas!” katanya gemetar. Tapi tiba-tiba emas itu berubah kembali menjadi air.
“Raden Said, harta itu hanya sementara. Jika kau ingin mencari sesuatu yang abadi, temuilah Allah. Mari ikut denganku,” kata Sunan Bonang lembut.
Raden Said tersentak. Hatinya mulai luluh dan ia merasa malu akan perbuatannya selama ini. Akhirnya, ia bersujud di kaki Sunan Bonang dan meminta bimbingan.
Raden Said kemudian menjadi murid Sunan Bonang. Sebagai bagian dari proses pembersihan jiwa, Sunan Bonang memberi tugas kepada Raden Said untuk menjaga tongkat yang ditancapkan di tepi sungai.
“Jangan tinggalkan tempat ini sebelum tongkat ini tumbuh menjadi pohon,” pesan Sunan Bonang.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Raden Said setia menjaga tongkat tersebut tanpa bergerak. Selama itu, ia berzikir dan merenungi perbuatannya di masa lalu. Akhirnya, setelah sekian lama, tongkat tersebut berubah menjadi pohon besar.
Sunan Bonang kembali dan berkata, “Mulai hari ini, kau bukan lagi Raden Said, tapi Sunan Kalijaga. Namamu berarti penjaga sungai (kali), karena kau telah menjaga sabar dan keikhlasanmu di tepi sungai ini.”
Setelah menjadi murid yang matang, Sunan Kalijaga mulai berdakwah. Namun, ia memiliki cara yang unik dan berbeda dari wali lainnya. Ia menyebarkan agama Islam dengan menggunakan kesenian dan budaya Jawa.
Sunan Kalijaga dikenal sebagai pencipta berbagai karya seni yang terkenal, seperti:Wayang Kulit dengan sisipan nilai-nilai Islam; Tembang Jawa seperti Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul yang sarat dengan ajaran tauhid dan kebaikan; dan Gamelan Sekaten yang digunakan untuk menarik masyarakat datang ke masjid.
Sunan Kalijaga menjadi tokoh yang sangat dihormati. Berkat dakwahnya yang lembut, banyak masyarakat Jawa memeluk Islam tanpa merasa dipaksa. Ia dikenal sebagai wali yang bijaksana, dekat dengan rakyat kecil, dan selalu menggunakan pendekatan yang damai.
Kisah tentang Sunan Kalijaga selalu dikenang sebagai simbol kebijaksanaan, toleransi, dan kemampuan menyatukan tradisi Jawa dengan ajaran Islam.
Pesan Moral
Dari legenda Sunan Kalijaga, kita belajar tentang perjalanan spiritual, kesabaran, dan pentingnya kebijaksanaan dalam menyebarkan kebaikan. Beliau menunjukkan bahwa agama bisa diajarkan dengan pendekatan yang lembut dan menghargai budaya setempat. Karya-karya Sunan Kalijaga hingga kini masih hidup dalam budaya Jawa, menjadi pengingat akan kebesaran beliau sebagai wali penyebar Islam di tanah Jawa.