ANTI TUYUL SYSTEM

Misteri Tuyul di Klaten Tahun 1990-an

Pada awal tahun 1990-an, suasana di desa-desa Klaten dihantui oleh kabar tentang tuyul. Makhluk gaib kecil ini dipercaya sering mencuri uang, terutama dari orang-orang yang sedang hajatan. Banyak warga merasa resah karena uang sumbangan yang mereka kumpulkan untuk pesta pernikahan atau acara besar sering raib tanpa jejak.

Cerita tentang tuyul semakin santer ketika beberapa orang mulai memperhatikan tanda-tanda aneh di sekitar mereka. Mereka yang memelihara tuyul, konon katanya, sering berjalan dengan kedua tangan di belakang, seolah-olah sedang menggendong sesuatu.

Suatu sore, Yono datang ke rumah Pak Tarno yang sedang sibuk mempersiapkan hajatan pernikahan anaknya. Di tengah kesibukan itu, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari dapur.

“Astaga! Uang sumbangan hilang lagi!” teriak Mbok Sarmi, istri Pak Tarno, sambil membawa kotak uang yang kosong melompong.

Para tamu yang membantu persiapan hajatan langsung berkumpul. Mereka saling memandang bingung.

“Lha, tadi kan uangnya sudah saya masukkan ke kotak ini. Kok bisa hilang?” tanya Mbok Sarmi dengan wajah panik.

Pak Tarno menghela napas panjang. “Ini yang ketiga kali dalam seminggu, Mbok. Nggak mungkin ini kerjaan maling biasa.”

Warga mulai berbisik-bisik.
“Pasti tuyul,” kata salah satu dari mereka.
“Iya, kalau maling pasti ketahuan. Tuyul itu nggak bisa dilihat orang awam,” tambah yang lain.

Yono yang kebetulan ada di situ merasa heran sekaligus penasaran. Kenapa selalu uang sumbangan yang hilang?

Di malam harinya, Yono mendatangi rumah Mbah Arjo, dukun yang dihormati di desa mereka. Rumahnya sederhana, dengan aroma kemenyan yang samar tercium dari pendopo kecil di depannya.

“Mbah, saya mau tanya soal tuyul,” kata Yono setelah memberi salam.

Mbah Arjo mengangkat alisnya. “Apa lagi yang hilang kali ini, Nak?” tanyanya dengan nada tenang tapi menusuk.

“Uang sumbangan hajatan di rumah Pak Tarno, Mbah. Sudah tiga kali hilang tanpa jejak,” jawab Yono.

Mbah Arjo tersenyum kecil sambil mengelus jenggot putihnya. “Orang yang memelihara tuyul memang suka menargetkan uang sumbangan. Itu karena energi uang sumbangan bersifat kolektif, mudah ditarik oleh tuyul.”

“Lalu, bagaimana cara menghentikannya, Mbah?” tanya Yono penasaran.

“Letakkan ember berisi air di dekat kotak sumbangan. Masukkan anak belut dan kepiting hidup ke dalamnya,” jawab Mbah Arjo sambil menatap mata Yono dengan serius.

Yono mengerutkan kening. “Air, belut, dan kepiting? Apa hubungannya dengan tuyul?”

“Air adalah penghalang alami bagi tuyul, belut mewakili kelincahan untuk menghindari energi negatif, dan kepiting melambangkan penjaga yang siap menyerang jika ada gangguan,” jelas Mbah Arjo.

Yono tidak sepenuhnya memahami logika di balik saran itu, tapi ia memutuskan untuk mencobanya.

Keesokan harinya, Yono membawa sebuah ember besar ke rumah Pak Tarno. Ia mengisi ember itu dengan air dan memasukkan beberapa anak belut serta kepiting kecil yang ia beli dari pasar pagi. Ember itu ia letakkan di dekat kotak sumbangan.

“Ini buat apa, Mas?” tanya Mbok Sarmi yang masih terlihat gelisah.

“Saran dari Mbah Arjo, Mbok. Katanya ini bisa mencegah tuyul mengambil uang,” jawab Yono sambil tersenyum tipis.

Beberapa warga yang melihat hanya mengangguk-angguk, meskipun raut wajah mereka menunjukkan keraguan.

“Semoga saja berhasil, Mas. Kalau hilang lagi, ya saya pasrah saja,” kata Pak Tarno sambil menghela napas.

Malam itu, hajatan berlangsung meriah. Para tamu datang bergantian, memberikan amplop sumbangan, dan meletakkannya di kotak yang terletak di dekat ember berisi belut dan kepiting.

Setelah acara selesai, Mbok Sarmi memeriksa kotak sumbangan dengan hati-hati.
“Alhamdulillah! Uangnya masih utuh!” serunya dengan wajah berseri-seri.

Pak Tarno dan beberapa warga yang membantu merasa lega. Ternyata saran dari Mbah Arjo benar-benar berhasil.

Namun, cerita ini tidak berhenti di situ. Keesokan harinya, salah satu warga melaporkan sesuatu yang aneh. Ia melihat seorang pria di desa yang dikenal suka memelihara tuyul berjalan tergesa-gesa melewati rumah Pak Tarno. Kedua tangannya menggendong sesuatu di belakang, tapi wajahnya terlihat pucat pasi.

“Mas, saya lihat Pak Parjo semalam mondar-mandir di sekitar sini. Kayaknya dia kesal karena tidak berhasil,” bisik seorang tetangga kepada Yono.

Yono hanya tersenyum. Tuyul tidak akan bisa mendekati uang sumbangan selama ada ember berisi air, belut, dan kepiting itu.

Beberapa minggu setelah kejadian itu, Yono kembali ke rumah Mbah Arjo untuk melaporkan hasilnya.

“Uangnya aman, Mbah. Tapi saya masih penasaran, kenapa tuyul takut sama ember itu?” tanya Yono.

Mbah Arjo tersenyum sambil menuangkan teh ke cangkirnya.
“Tuyul adalah makhluk halus yang terikat pada energi majikannya. Mereka bekerja dengan cara menarik energi uang, tapi air dan hewan-hewan itu membingungkan mereka. Air adalah simbol pemurnian, sedangkan belut dan kepiting adalah pengganggu alami bagi makhluk-makhluk seperti tuyul.”

Yono hanya mengangguk. Meskipun penjelasannya terdengar mistis, kenyataannya trik itu berhasil.

Hingga kini, cerita tentang tuyul dan ember berisi air, belut, serta kepiting masih menjadi buah bibir di desa. Orang-orang percaya bahwa terkadang solusi untuk masalah gaib tidak selalu rumit, asalkan kita tahu caranya.

Sebarkan ke circle Anda