TSW-3: Tantangan Baru

Keesokan harinya, Kira, Dika, Ardi, dan Bimo berkumpul kembali di auditorium untuk latihan lanjutan. Semangat mereka meningkat setelah latihan kemarin, meskipun mereka tahu bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki. Auditorium itu, di mana gelombang suara dan selendang cahaya lampu bertabrakan, menciptakan suasana yang penuh energi.

Setelah memperkenalkan beberapa melodi baru, Kira melihat jam di dinding. “Oke, kita punya waktu satu jam sebelum bel berbunyi. Mari kita fokus dan coba menyempurnakan lagu ini!” Dengan nada yang tegas dan penuh semangat, ia mengajak mereka semua untuk mengerahkan kemampuan terbaik.

Dika menyetujui, “Kita harus memperhatikan ritme. Ardi, jangan terlalu cepat!” Kekompakan dalam tim masih terlihat meskipun ada sedikit gesekan.

Ardi memutar mata, “Gue akan mencoba, tapi lo juga harus nyanyi lebih jelas, Kira!” Dengan candaan, suasana jadi sedikit lebih ringan meskipun tantangan sebenarnya sudah menunggu di depan mata mereka.

Tiba-tiba, pintu auditorium terbuka. Guru musik mereka, Bu Nia, masuk dan menghampiri mereka. “Hai, anak-anak! Bagaimana latihan kalian?” Dia menyapa dengan senyuman, menambah kekuatan positif di dalam ruangan.

Mereka semua tersenyum, tetapi Kira menjawab dengan jujur, “Kita masih banyak yang harus diperbaiki, Bu. Tapi kita berusaha!” Kejujuran itu menunjukkan bahwa mereka menyadari pentingnya proses belajar dan berkembang.

Bu Nia mengangguk. “Bagus, semangat kalian luar biasa! Nah, saya punya pengumuman: Akan ada kompetisi band di akhir bulan, dan saya rasa kalian memiliki potensi untuk ikut. Ini adalah kesempatan bagus untuk menunjukkan bakat kalian!” Pengumuman itu mengundang sorak-sorai dari semua anggota band yang mendorong rasa percaya diri mereka.

“Kompetisi?!” seru Bimo, matanya berbinar. “Kita wajib ikut!” Suasana riang ini memberikan dorongan baru untuk mereka berlatih lebih keras.

Kira mengangguk, “Ini bisa jadi kesempatan untuk buktikan kemampuan kita!” Ekspresi penuh harapan ini semakin menekankan keyakinan mereka akan masa depan.

“Tapi kita harus serius berlatih,” tambah Dika, memunculkan realitas bahwa kompetisi bukanlah hal yang sepele. “Karena akan ada banyak band lainnya yang paaaastinya lebih bagus!” Persaingan sehat itu justru membakar semangat mereka untuk memberikan yang terbaik.

Bu Nia tersenyum, “Saya akan membantu kalian jika perlu. Mulai minggu depan, kita bisa melakukan latihan tambahan di luar jam belajar.” Dukungan guru musik ini menjadi sumber motivasi yang mereka butuhkan untuk menjalani tantangan ini.

Setelah Bu Nia pergi, suasana menjadi lebih serius. Mereka semua menyadari bahwa kompetisi ini akan menjadi tantangan besar. Kira mengambil inisiatif dan berkata, “Kita harus memberi yang terbaik. Mari kita buat tim dengan jadwal latihan dan target yang jelas!” Keteraturan dan komitmen adalah kunci bagi mereka untuk dapat tampil maksimal.

Mereka sepakat untuk belajar satu lagu baru yang bisa ditampilkan untuk kompetisi. Dengan semangat juang yang tinggi, mereka mulai berlatih, masing-masing membawa ide-ide baru untuk memperkaya penampilan mereka. Motivasi untuk mengasah keterampilan dan kreativitas membawa mereka ke tingkat yang lebih tinggi.

Selama beberapa hari ke depan, The Soundwaves berlatih keras. Misi untuk membangun pondasi yang kuat dalam penampilan mereka adalah hal utama yang harus diperjuangkan. Seluruh anggota bersemangat, saling mendukung satu sama lain, memupuk kerjasama yang kuat, dan biaya pelatihan yang intensif.

Di sisi lain, “Saya merasa, dalam mimpi saya, saya mulai merasakan kembali hubungan dengan kenangan yang telah lama tersimpan. Itu seperti suara hantu yang berusaha memberitahuku sesuatu yang perlu didengar,” Alya mencurahkan isi hatinya kepada pakar seni.

Pakar seni membaca catatan Alya dengan seksama, mencatat setiap detail yang tampak mencolok. “Apa kamu bisa menceritakan lebih banyak tentang sosok-sosok yang kamu lihat dalam mimpimu?” tanyanya penasaran. Keseriusan pandangnya menunjukkan ketertarikan mendalam terhadap fenomena yang dialami Alya, sebagai bagian dari proses penyembuhan.

Alya, dengan suara tegas namun penuh keraguan, menjelaskan. “Ada sosok wanita tua dengan wajah bersedih dan seorang anak kecil yang tampak bingung. Mereka tampak seolah-olah terjebak dalam ruangan itu. Ada rasa cinta yang kuat dari wanita itu, tapi juga kesedihan yang mendalam.” Deskripsi ini semakin menggambarkan kompleksitas emosional dari mimpinya.

“Wanita itu mungkin merupakan penjelmaan dari kenangan yang tidak terselesaikan bagi keluarga Bu Rani,” jawab pakar seni. “Dia bisa jadi representasi dari rasa kehilangan, bahkan penyesalan yang mungkin dialami hidupnya di masa lalu. Sepanjang kita tidak mampu melepaskan perasaan ini, memori itu akan terus membayangi, baik dalam kenyataan maupun dalam mimpimu.” Dengan pemahaman itu, Alya merasa dipertemukan dengan sebuah realitas emosional yang telah lama terpendam.

Alya terdiam, menyadari betapa mendalamnya konteks emosional yang terkandung dalam mimpinya. “Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan? Bagaimana saya bisa membebaskan mereka, dan diri saya sendiri dari rasa sakit ini?” Tanya ini muncul dari dalam hatinya, mencerminkan keinginan yang mendalam untuk mengatasi ketakutannya.

“Pertama, kamu perlu menghadapi ketakutan itu. Menghadapi simbol-simbol yang muncul dalam mimpimu dengan penuh keberanian adalah langkah penting. Kedua, tanyakan pada dirimu sendiri apa yang ingin mereka sampaikan. Apakah ada perasaan penyesalan, rasa malu, atau bahkan permintaan maaf yang belum terucap?” saran pakar seni, memberikan jalan untuk menggali lebih dalam.

Tidak lama setelah pertemuan itu, Alya merasakan gelombang keputusan yang kuat. Dalam mimpinya selanjutnya, dia bertekad untuk berkomunikasi dengan sosok wanita tua dan anak kecil itu. **Malam itu, saat Alya terbangun dalam mimpi, dia menemukan diri terjebak kembali di dalam ruangan gelap yang sama, tetapi kali ini dia tidak merasa terpojok. Dia maju dengan hati-hati, dan saat sosok-sosok itu

Sebarkan ke circle Anda