PANEN JERUK

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hijau pepohonan dan langit biru yang cerah, hiduplah seorang petani tua bernama Pak Amir. Kebun jeruk miliknya adalah kebanggaan desa, dikenal karena buahnya yang manis dan segar. Setiap tahun, saat musim panen tiba, semua orang di desa menantikan momen berharga itu.

Suatu pagi, saat matahari mulai menunjukkan sinarnya yang hangat, Pak Amir memutuskan bahwa hari ini adalah hari yang tepat untuk memanen jeruk. Ia membangunkan ketiga cucunya, Rina, Dedi, dan Siti, yang antusias menyambut ajakan sang kakek. “Ayo, anak-anak! Hari ini kita akan memanen jeruk!” serunya dengan semangat.

Ketiganya berlari ke kebun dengan riang. Dengan keranjang besar di tangan, mereka mulai memanjat pohon-pohon jeruk. Jeruk-jeruk itu menggantung dengan penuh warna, cerah kuning-oranye, menanti untuk dipetik. Rina, yang paling kecil di antara mereka, menujukkan semangat yang luar biasa. “Kakek, lihat! Aku dapat yang paling besar!” teriaknya sambil mengangkat jeruk sebesar kepalanya.

Pak Amir tersenyum bangga melihat cucu-cucunya bekerja sama. Siti yang paling kreatif, mulai menciptakan permainan dengan jeruk. “Bagaimana kalau kita lomba melempar jeruk ke dalam keranjang? Siapa yang paling banyak, dia yang menang!” katanya.

Mereka pun memberi semangat satu sama lain dan permainan pun dimulai. Dalam tawa dan keceriaan, mereka berlari-lari, melemparkan jeruk, dan terkadang meleset, sehingga jeruk itu menggelinding di tanah dan membuat mereka terbahak-bahak.

Setelah beberapa jam kerja keras dan permainan, keranjang mereka sudah penuh dengan jeruk-jeruk segar. Pak Amir mengumpulkan mereka di bawah pohon jati besar untuk beristirahat. Ia mengambil sebatang jeruk, membagikannya kepada ketiga cucunya. “Coba rasakan jeruk ini, anak-anak. Ini adalah hasil kerja keras kita.”

Dengan rasa manis yang menggigit di lidah mereka, Rina, Dedi, dan Siti menyadari betapa nikmatnya jeruk yang mereka panen sendiri. Pak Amir menjelaskan, “Jeruk ini bukan hanya buah, tapi juga hasil usaha dan kasih sayang kita terhadap alam. Kita harus selalu bersyukur atas apa yang diberikan oleh kebun ini.”

Hari itu berakhir dengan penuh kebahagiaan. Ketiga cucunya belajar lebih dari sekadar memanen jeruk; mereka belajar tentang kerja keras, kasih sayang, dan rasa syukur. Sementara itu, Pak Amir merasa lega dan bahagia, menyaksikan generasi muda yang tidak hanya mencintai kebun tetapi juga menghargai nilai-nilai kehidupan yang lebih dalam.

Dan setiap tahun, saat panen jeruk tiba, kenangan itu terulang kembali, membawa keceriaan dan pelajaran berharga serta mempererat ikatan antara generasi dalam sebuah tradisi yang takkan lekang oleh waktu.

Sebarkan ke circle Anda