SEPATU BARU

Ali duduk termenung di ruang tamu. Di sampingnya, rak sepatu menyimpan sepatu bola usang yang sudah penuh dengan noda lumpur dan robek di beberapa bagiannya. Sementara teman-temannya sudah membeli sepatu baru untuk turnamen yang akan datang, Ali hanya bisa memandangi sepatu lamanya. “Bisa-bisanya mereka,” gumamnya. “Tidak adil kalau aku tidak bisa ikut.”

Dia melihat ke arah ibunya yang sedang mencuci piring di dapur, teringat akan kondisi ayahnya yang sedang sakit. “Kalau saja Ayah tidak sakit, pasti kami bisa membelikan sepatu baru,” pikirnya penuh harap. Namun, situasi tidak mengizinkan. Uang untuk kebutuhan sehari-hari pun jadi prioritas utama.

Dalam keputusasaan, Ali mulai mencari solusi. Saat membantu ibunya mencuci sayuran, dia teringat kebiasaan ibunya mengumpulkan biji cabe yang ia buang. “Tunggu dulu,” hatinya menyentak. “Kalau bibit cabe itu bisa ditanam, bisa jadi usaha!”

“Bu, bagaimana kalau kita menanam bibit cabe?” tanya Ali kepada ibunya yang tampak keheranan.

“Bibit cabe? Kenapa?” tanya ibunya sambil melirik Ali.

“Aku bisa jual hasil panennya, Bu. Nanti uangnya bisa aku pakai untuk beli sepatu bola,” jawab Ali penuh semangat.

Ibunya tersenyum. “Ide yang bagus, sayang. Tapi, kamu harus memastikan kalau kamu bisa merawat tanaman itu.”

Dengan semangat baru, Ali mulai mencari botol-botol bekas. Dia memotong botol air mineral yang sudah tidak terpakai, mengisinya dengan tanah yang dicampur dengan pupuk kandang. “Semuanya sudah siap!” seru Ali ketika dia selesai menyiapkan semua bibit cabe.

Setiap hari, Ali merawat bibit cabe dengan penuh perhatian. Dia menyiraminya di pagi dan sore, berharap si cabe akan tumbuh subur. Tak butuh waktu lama, bibit cabe mulai tumbuh dengan baik, bahkan mulai berbunga!

“Lihat, Bu! Tanaman cabe ini sudah mulai berbunga!” teriak Ali penuh kebahagiaan.

Ibunya melihat ke arah kebun kecil yang dibuat Ali. “Luar biasa, Sayang! Anak-anak seusia kamu mungkin akan bermain, tapi kamu lebih memilih untuk berkebun,” puji ibunya.

Setelah beberapa minggu merawat tanaman-tanaman cabe tersebut, Ali pun memutuskan untuk menjualnya. Dengan percaya diri, ia mengambil beberapa pot cabe dan pergi ke komplek dekat rumahnya.

“Lihat, Ibu-ibu! Cabe ini fresh dari kebun saya. Harganya cuma lima ribu per pohon!” teriak Ali sambil tersenyum.

Ibu-ibu yang melihatnya berhenti sejenak dan mendekat. “Wah, cabe organik ya? Ini harga yang murah sekali!” salah seorang ibu berkata.

Ali merasa senang melihat antusiasme mereka. Dalam waktu singkat, dia berhasil menjual lebih dari 200 pot cabe. Setiap kali dia menerima uang, rasa gembira menyelimuti hatinya. “Ya Tuhan, ini bisa jadi lebih dari satu juta rupiah!” seru Ali dalam hati, tak percaya bahwa usahanya membuahkan hasil.

Setelah terkumpul uang yang cukup, Ali bergegas menuju toko olahraga. Batinnya bergetar penuh gembira saat memasuki toko, menatap berbagai sepatu bola yang berjejer rapi.

“Apa yang bisa saya bantu?” tanya pegawai toko sambil tersenyum.

“Saya mau beli sepatu bola, Pak! Ini uangnya,” jawab Ali dengan bangga, sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.

“Wah, banyak juga ya uangnya. Sepatu bola yang mana yang kamu mau?” tanya pegawai itu, terkesan dengan keberanian Ali.

Ali pun menunjuk sepatu bola yang diinginkannya. Sinar matanya berbinar saat pegawai itu mengambil sepatu dan menyerahkannya. “Ini dia, semoga kamu gunakan sebaik mungkin,” ujarnya sambil tersenyum.

Setelah menyelesaikan pembelian, Ali pulang dengan perasaan bahagia. Setibanya di rumah, dia berlari ke dapur. “Bu, lihat! Aku sudah beli sepatu bola baru!” teriaknya dengan wajah merona.

Ibunya melihat dengan bangga dan memeluknya. “Kamu hebat, Ali. Ini semua berkat kerja kerasmu. Jadi, bagaimana jika kita masak sambal dari cabe-cabe ini sebagai perayaan!”

“Setuju, Bu! Kita bisa ajak teman-teman untuk makan sambil main bola!” jawab Ali, tidak sabar ingin merayakan keberhasilannya.

Ali belajar bahwa dengan usaha dan kreativitas, impian bisa tercapai. Tak hanya mendapatkan sepatu bola baru, tetapi juga kebanggaan bisa membantu keluarganya.

Ali tidak sabar menunggu hari yang ditentukan untuk turnamen sepak bola. Dengan semangat membara, dia mengenakan sepatu bola barunya di pagi hari turnamen. “Tidak ada yang bisa menghentikanku sekarang!” serunya dalam hati saat melihat cermin. Sementara itu, teman-teman se timnya memberikan pujian.

Saat tiba di lapangan, suasana sudah ramai. Berbagai tim bersiap-siap, dan suara sorak-sorai penonton memenuhi udara. Ketika peluit tanda pertandingan dimulai berbunyi, Ali berlari dengan penuh percaya diri. Ia merasakan setiap langkahnya ringan berkat sepatu barunya.

Bola datang kepadanya, dan dengan gerakan refleks, Ali mengontrol bola dengan baik, lalu menggiringnya melewati pemain lawan. Sorakan penonton semakin menggema ketika Ali berhasil mencetak gol pertama untuk timnya. “Ayo, Ali! Kamu bisa!” teriak teman-temannya dari pinggir lapangan.

Dengan semangat juang yang tinggi dan sepatu baru yang nyaman, Ali bermain dengan maksimal. Dia merasa tidak hanya bermain untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk membuktikan bahwa semua jerih payahnya terbayar. Akhirnya, setelah perjuangan keras, timnya berhasil meraih kemenangan.
Ali meluapkan kebahagiaan saat timnya mengangkat trofi juara. “Kami bisa melakukannya! Terima kasih, Bu, atas dukunganmu!” ucapnya sambil terus menggenggam trofi, diiringi kebanggaan yang tak terperi. Hari itu, sepatu barunya tidak hanya membuatnya lebih percaya diri, tetapi juga membawanya menuju kemenangan yang selama ini ia impikan.

Sebarkan ke circle Anda