Pagi itu terasa aneh. Hutan Ceria sunyi… terlalu sunyi.
Bimo bangun, membuka mulut, lalu—diam.
“Aaaa…”
Tapi tidak ada suara keluar!
Ia panik. “Ucil! Ucil!”
Tapi saat memanggil, suaranya tetap tak terdengar.
Bimo berlari ke rumah Ucil, lalu ke rumah Mimi. Semua hewan mencoba bicara, tapi tak satu pun bersuara.
Bahkan Lala, si burung hantu bijak, hanya bisa membuka paruhnya dengan wajah bingung.
Mereka semua berkumpul di tengah hutan. Lala menulis di tanah:
“Hutan marah. Kita harus minta maaf.”
Ucil menunjuk ke arah bukit, tempat pepohonan besar baru saja ditebang oleh binatang-binatang yang ceroboh.
Bimo teringat—kemarin ia ikut mencabut tanaman rambat yang dianggap mengganggu saat bermain.
Tanaman itu menangis diam-diam…
Mereka semua menunduk.
Lalu bersama-sama, mereka menanam kembali benih dan menyiramnya.
Bimo bahkan menyanyikan lagu, meski belum bisa terdengar.
Saat matahari sore muncul, terdengar suara kecil:
“Hhh… halo?”
Itu suara Mimi!
Perlahan, suara semua hewan kembali.
Hutan pun bernyanyi lagi.
Sejak saat itu, tak ada yang sembarangan merusak tanaman.
Mereka tahu: alam bisa bicara… walau kadang dengan diam.