EDITORIAL EDISI KELIMA

Peran Sastra dalam Menjaga Ingatan Kolektif Bangsa

Di tengah laju waktu yang terus mendesak kita untuk melupakan, sastra hadir sebagai penolak lupa. Ia bukan sekadar catatan peristiwa, melainkan ruang batin tempat kenangan kolektif sebuah bangsa disimpan, dirawat, dan diwariskan. Lewat sastra, kita bukan hanya mengingat, tapi juga memahami—bahwa masa lalu bukan bayang-bayang, tapi pondasi masa depan.

Ingatan kolektif bukan hanya milik sejarah resmi yang tercetak dalam buku pelajaran. Ia hidup dalam cerita rakyat, puisi-puisi luka, novel-novel perlawanan, hingga kisah cinta di masa perang. Semua itu adalah serpihan jiwa bangsa yang dikumpulkan oleh para pengarang. Mereka menyulam duka dan harap menjadi narasi yang tak hanya indah, tapi juga penting untuk disimak.

Saat sejarah formal sering kali ditulis dari sudut pandang penguasa, sastra menawarkan versi lain—lebih intim, lebih manusiawi. Ia merekam apa yang tidak bisa ditulis di arsip negara. Ia menyuarakan yang terpinggirkan, merawat trauma kolektif, dan menyuarakan pertanyaan yang mungkin tidak punya jawaban.

Kita bisa membaca kembali Pulau Buru dari Pramoedya, dan menyaksikan bagaimana luka politik diabadikan dalam narasi yang mengguncang. Kita bisa menelusuri sajak-sajak Wiji Thukul dan mendengar suara rakyat yang digilas kekuasaan. Atau kita kembali ke puisi Chairil Anwar, dan menemukan bagaimana seorang pemuda melawan kehampaan kolonial dengan keberanian kata-kata.

Sastra membawa kita ke dalam sejarah, bukan lewat angka dan tanggal, tapi lewat rasa. Ia menjadikan tragedi menjadi nyata, bukan sebagai wacana, tapi sebagai pengalaman yang menyentuh hati. Dan dari sana, empati tumbuh. Tanpa empati, sejarah hanya akan jadi pelajaran kering yang mudah dilupakan.

Fixen.id percaya bahwa menjaga literasi berarti juga menjaga memori. Kami mengangkat kembali karya-karya yang merekam zaman, menampilkan tulisan-tulisan yang merawat identitas, dan mengundang pembaca untuk tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga mengingat. Karena dari ingatan kolektif yang kuat, lahirlah kesadaran bersama: tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita ingin menuju.

Teknologi hari ini memberi kita peluang besar untuk mendokumentasikan dan menyebarkan karya sastra yang menjadi pengingat sejarah. AI Curator kami menelusuri karya-karya klasik dan kontemporer yang memuat ingatan penting. AI Translator membuka akses lintas bahasa agar kisah-kisah lokal bisa dikenal dunia. AI Proof Reader memastikan agar warisan tulisan itu tetap terjaga dalam kualitas terbaiknya.

Namun lebih dari itu, kesetiaan pada ingatan membutuhkan kemauan untuk mendengar ulang. Dan sastra mengajak kita untuk mendengar dengan hati—kisah nenek moyang, kisah para korban, kisah anak-anak yang tumbuh di tengah konflik. Semua kisah itu menunggu untuk diceritakan kembali, dan kita adalah penjaganya.

Di saat bangsa-bangsa mulai terpecah oleh politik identitas dan narasi kebencian, sastra bisa menjadi jembatan. Ia menawarkan ruang untuk memahami perbedaan, menyembuhkan luka, dan membangun narasi bersama yang lebih utuh. Karena ketika kita berhenti mengingat, kita kehilangan arah. Dan ketika kita kehilangan arah, kita mudah disesatkan.

Mari kita jaga sastra bukan hanya sebagai karya seni, tetapi sebagai memori kolektif yang menyelamatkan. Kita terus baca, kita terus tulis, kita terus rawat—agar anak-anak kita kelak tidak hanya tahu angka-angka sejarah, tapi juga bisa merasakannya.

Karena bangsa yang membaca sastranya adalah bangsa yang tidak akan kehilangan dirinya sendiri.

BERLAYARLAH BAHASAKU.