CERPEN REMAJA: SIPUT BUKAN SEA FOOD, PAK TATANG!

Hari itu, SMA Nusantara 45 kedatangan tamu dari Jepang dalam rangka program pertukaran pelajar. Bu Retno, kepala sekolah paling ambisius sejagad Nusantara, ingin membuat jamuan makan siang istimewa bertema “Seafood Festival”.

Semua guru dikumpulkan.

“Kita harus bikin tamu kita kagum! Kita buat makanan laut kelas dunia. Seafood, guys, SEAFOOD!” kata Bu Retno sambil menunjuk-nunjuk papan tulis yang penuh gambar kerang, udang, dan ikan salmon.

Pak Didi, guru olahraga yang ditunjuk jadi ketua panitia, langsung tunjuk tangan, “Tenang Bu, biar kami yang urus. Pak Tatang bisa diminta beli bahan-bahannya ke pasar!”

Salah besar.

Pak Tatang, office boy legendaris sekolah itu, adalah orang baik hati dan rajin. Tapi… dia juga dikenal punya hobi mengartikan segalanya terlalu literal.

Waktu dikasih daftar belanja, Pak Tatang sempat bingung.

“Seafood itu makanan laut, ya?”
“Betul, Tang,” jawab Pak Didi santai.
“Jadi semua yang hidup di air bisa ya?”
“Ya, pokoknya yang enak dan khas!”

Pak Tatang mengangguk mantap.

Dan berangkatlah dia ke pasar…

Lima jam kemudian, dia balik ke sekolah dengan wajah penuh kebanggaan.

“Saya bawa banyak, Pak! Ini dia: rica-rica siput sawah! Ada satu baskom penuh!”

Guru-guru melongo.

“INI KAN SIPUT SAWAH, BUKAN SEAFOOD!!!” teriak Bu Retno hampir pingsan.
“Tapi dia hidup di air, Bu… air sawah…” jawab Pak Tatang polos.

Jam makan siang tiba. Meja prasmanan penuh lauk.

Tamunya dari Jepang keliatan bingung, tapi sopan.
Siswa-siswa antre sambil teriak, “Woi, cobain rica-rica Pak Tatang! Pedesnya nampol!”
Pak Seno, guru sejarah, ngambil dua sendok besar sambil bilang, “Ini baru makanan lokal!”

Tiga puluh menit kemudian…

Satu per satu siswa mulai pucat.

Bu Ani muntah di tong sampah.

Pak Seno nge-dance tanpa irama di lapangan sambil pegang perut.

Si Nisa pingsan di depan meja UKS sambil bergumam, “Siput… siput menyerang…”

Bu Retno panik. “INI KERACUNAN MASAL!!!”

Ambulan datang. Petugas medis bingung. “Apa yang dimakan mereka?”

Pak Tatang maju ke depan, dengan wajah penuh rasa tanggung jawab.

“Rica-rica siput, Pak. Spesial dari saya.”

Setelah investigasi, dokter menyimpulkan: siput sawah memang harus dibersihkan dan direbus lama sebelum dimasak.
Sayangnya, Pak Tatang beli dari warung pinggir sawah tanpa tanya-tanya soal kebersihannya.

Akhirnya seluruh sekolah harus istirahat satu hari karena kejadian ini.

Berita tersebar:

“SEAFOOD FESTIVAL BERUJUNG SIPUT KRISIS”
“PAK TATANG DAN KONSPIRASI SAWAH”
“SEKOLAH INTERNASIONAL DITEROR OLEH RICA-RICA!”

Bu Retno hampir kehilangan akreditasi sekolah.

Tapi ada satu momen heroik:
Pak Tatang menangis minta maaf di depan seluruh warga sekolah dan bersumpah tidak akan pernah menyamakan seafood dan siput sawah lagi.

Sejak itu, di sekolah muncul peringatan di kantin:

“SEAFOOD = MAKANAN DARI LAUT. SIPUT SAWAH BUKAN SALMON!”

Dan Pak Tatang?
Masih tetap bekerja… tapi sekarang cuma boleh beli air galon dan tisu toilet.

Katanya, trauma liat siput mewek.