Hari itu, cuaca sangat cerah, dan angin bertiup kencang—waktu yang tepat untuk mengadu layangan! Di pinggir sawah, tempat yang biasa mereka gunakan, sekelompok anak-anak berkumpul, siap untuk meramaikan pertarungan layangan tahunan. Di antara mereka, ada Riko, Dini, dan Farhan, yang sudah tak sabar untuk menunjukkan kemampuan masing-masing.
“Riko, kamu sudah siap dengan layanganmu? Mungkin tahun ini aku yang akan menang!” Dini menantang sambil menunjukkan layangannya yang terbuat dari kertas warna-warni. Layangannya terlihat cantik dan cukup besar.
Riko tersenyum lebar. “Jangan terlalu percaya diri, Dini! Layanganmu mungkin cantik, tapi saya sudah menyiapkan trik khusus! Layangan baruku ini akan lebih cepat!”
Farhan, yang berdiri di samping, tidak mau kalah. “Hei, kalian berdua! Pastikan tidak terbang di atas layanganku, ya! Layangan ninja punya saya ini jauh lebih kuat!”
Setelah semua persiapan selesai, mereka mulai menggelar layangan masing-masing di atas tanah. Dengan hati-hati, mereka memasang benang dan bersiap untuk menerbangkannya. Angin yang berhembus menciptakan keributan kecil, membuat semangat mereka semakin membara.
“Siap? Satu, dua, tiga!” seru Riko. Mereka semua menarik benang layangannya secara bersamaan.
Layangan pun melayang tinggi, menari-nari dalam angin. Riko tersenyum puas melihat layangannya, yang terbang dengan kencang. “Lihat! Tinggi sekali aku!” teriaknya.
Dini menoleh, hendak menunjukkan layangannya juga. “Tunggu, aku tidak mau kalah! Layanganku lebih cepat!” Dia menarik benangnya dengan kuat, dan layangan Dini langsung meluncur lebih tinggi.
Farhan, yang sejak awal sudah mengamati, segera beraksi. “Ayo kita adu! Layangan ninja siap melawan!” Dengan gerakan cekatan, ia mengatur sudut penerbangan layangannya, berusaha mengalahkan kedua temannya.
Pertarungan layangan dimulai! Layangan-layangan itu saling bersaing, berusaha meraih posisi terbaik. Momen paling menegangkan tiba ketika Riko dan Dini bergerak berdekatan. Layangan Dini sepertinya makin mendekat.
“Wah, kamu berani sekali, Dini!” Riko kelihatan sedikit cemas, tetapi dia tidak mau mengalah.
“Cobalah kalau bisa potong layanganku!” Dini menantang dengan senyum percaya diri.
Dengan cepat, Riko menarik benangnya dan mengubah arah layangannya. Namun, Dini tidak tinggal diam. Dalam satu gerakan, dia mencoba memotong arah layangan Riko. Layangan mereka terlihat hampir bersentuhan.
“Hati-hati, Riko! Layanganmu bisa jatuh!” Farhan berteriak, memperhatikan ketegangan yang terjadi.
“Tidak! Layanganku tidak akan jatuh!” jawab Riko penuh keyakinan.
Dalam duel yang menegangkan, layangan Dini dan Riko saling beradu. Tiba-tiba, saat angin berhembus kencang, Riko berhasil menarik dan membalikkan arah layangannya, memotong arah layangan Dini!
“Yesss! Aku berhasil!” teriak Riko gembira.
Namun, seketika itu juga, layangan Dini terbang liar karena kehilangan kendali. “Oh tidak! Layanganku!” Dini panik melihat layangannya meluncur turun dan jatuh di antara sawah.
“Oh tidak! Aku harus mengambilnya!” Dini segera berlari ke arah sawah, diikuti Riko dan Farhan yang ingin membantu.
Setelah sampai di lokasi, mereka menemukan layangan Dini terjebak di semak-semak. Riko dengan hati-hati mengeluarkannya, lalu bertanya, “Kamu tidak apa-apa, kan?”
Dini mengangguk, meskipun raut wajahnya menggambarkan kekecewaan. “Tapi layanganku sudah rusak. Aku tidak bisa ikut bertanding lagi.”
Farhan menepuk bahu Dini. “Jangan khawatir, Dini. Kita masih bisa memperbaikinya dan bertanding lagi lain waktu. Yang terpenting kita bersenang-senang, kan?”
Riko setuju. “Betul! Lagipula, kamu bisa membuat layangan yang lebih bagus lagi. Tahun depan kita adu lagi!”
Dini pun tersenyum. “Oke, terima kasih ya, teman-teman. Mari kita pulang dan memperbaiki layanganku!”
Dengan semangat baru, mereka pulang bersama, saling bercerita dan merencanakan pertandingan layangan selanjutnya. Di tengah persahabatan dan keseruan itu, mereka tahu bahwa meskipun ada yang kalah, kebersamaan adalah pemenangnya.