Sayap Kecil, Jiwa Besar
Di hutan lebat wilayah pesisir Aceh, hiduplah kawanan burung parakeet berwarna-warni yang hidup damai dan rukun. Mereka terbang bebas dari dahan ke dahan, menyanyi, dan menjaga keharmonisan alam. Tapi di antara mereka, ada seekor burung kecil yang berbeda—berbulu biru kehijauan dengan corak emas di dadanya. Namanya Si Parkit.
Sejak menetas, Si Parkit sudah terlihat unik. Ia tak hanya lincah dan pintar meniru suara, tetapi juga memiliki mata tajam dan insting luar biasa. Ia mampu membaca arah angin, mendengar suara dari jarak jauh, bahkan merasakan bahaya sebelum datang. Burung-burung tua menyebutnya titisan Roh Hutan, penjaga keseimbangan.
Namun, Si Parkit sering diremehkan. Tubuhnya kecil, suaranya halus, dan ia tak suka berkelahi. Burung-burung besar seperti gagak, elang, dan tualang sering meremehkan dan mengganggu kawanan parakeet.
Suatu hari, bencana datang. Seekor ular raksasa dari lembah hitam, bernama Siluman Rawa, naik ke pepohonan. Ia melilit dahan, memangsa burung-burung kecil, dan menyebar ketakutan. Kawanan parakeet panik, mereka terbang sembunyi, tak tahu harus berbuat apa.
Para pemimpin burung hutan berkumpul. Mereka membahas cara mengusir siluman itu, tapi tak ada yang berani maju. Hingga tiba-tiba, Si Parkit melompat ke tengah lingkaran dan berkata lantang, “Aku akan menantangnya!”
Semua terdiam. Seekor burung kecil melawan siluman? Itu terdengar mustahil.
Tapi Si Parkit punya rencana. Ia tahu kekuatan siluman ada di matanya yang bisa membatu mangsa, dan suara desisnya yang melumpuhkan. Maka malam itu, Si Parkit terbang ke atas puncak pohon tertinggi, menunggu siluman lewat. Ia mulai meniru suara elang besar—suara yang ditakuti semua makhluk rawa.
Siluman pun terkejut. Ia mencari-cari elang, tapi tak menemukannya. Ketika matanya mencoba menatap tajam ke arah suara, Si Parkit segera menunduk, terbang berputar cepat, lalu meniru suara petir. Suara itu menggema di hutan.
Tiba-tiba, awan menggumpal dan hujan turun deras. Si Parkit menari di udara, menantang, lalu menukik dan menusuk mata siluman dengan paruhnya yang tajam seperti duri. Siluman melolong kesakitan dan tergelincir dari dahan, jatuh ke rawa, dan tak pernah kembali.
Keesokan harinya, seluruh hutan bersorak. Burung-burung besar datang memberi hormat. Mereka mengangkat Si Parkit sebagai Raja Parakeet, bukan karena kekuatan fisik, tapi karena kecerdasan, keberanian, dan cintanya pada sesama.
Sejak hari itu, hutan menjadi damai. Si Parkit memimpin dengan bijak, menyatukan semua kawanan. Legenda tentang burung kecil yang mengalahkan siluman menyebar luas, dan anak-anak burung diajarkan: “Jangan remehkan yang kecil, karena jiwa besar bisa bersemayam dalam tubuh mungil.”