Air Mata yang Menyembuhkan
Di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, hidup seorang gadis cantik bernama Putri Pukes. Ia adalah anak satu-satunya dari kepala kampung yang dihormati karena kearifan dan kesederhanaannya. Putri Pukes tumbuh menjadi gadis yang bukan hanya jelita, tetapi juga berhati lembut dan suka menolong.
Setiap pagi, Putri Pukes menyusuri tepian hutan untuk mengumpulkan dedaunan obat dan bunga-bunga hutan. Ia meracik ramuan untuk orang-orang sakit di kampungnya. Tak satu pun menolak bantuannya, karena tiap sentuhannya mengandung ketulusan yang tak bisa dijelaskan.
Suatu hari, datanglah seorang pemuda dari kampung seberang. Ia tampan, gagah, dan baik tutur katanya. Namanya Panglima Malik, seorang pendekar muda yang terluka saat berburu. Putri Pukes merawatnya dengan sabar, dan dari tatap mata yang lama-lama saling mengenal, tumbuhlah benih cinta.
Mereka berjanji menikah. Namun, adat Gayo ketat. Sebelum pernikahan, pasangan tak boleh bertemu. Mereka harus menahan rindu selama seminggu penuh. Jika melanggar, konon kutukan akan turun.
Namun cinta seringkali lebih kuat dari adat.
Di malam kelima, Putri Pukes tak tahan. Ia berjalan diam-diam menuju rumah sang panglima. Tapi baru separuh jalan, langit berubah gelap. Petir menyambar dan bumi bergetar. Dari dalam tanah, air memancar deras di bawah kakinya. Ia terjebak. Air semakin tinggi, mengelilingi tubuhnya. Ia menangis, memanggil nama kekasihnya, tapi yang menjawab hanyalah gema dari lereng bukit.
Dari balik kabut malam, terdengar suara gaib:
“Engkau melanggar sumpah suci, tapi karena hatimu murni, engkau tidak binasa. Engkau akan menjelma menjadi danau. Air matamu akan menjadi obat bagi siapa pun yang sakit dan datang dengan niat baik.”
Keesokan paginya, kampung gempar. Di tempat terakhir Putri Pukes berdiri, terbentuklah sebuah danau luas dan indah. Airnya tenang, jernih, dan sejuk. Warga menamainya Danau Laut Tawar, dan di salah satu tepi danau berdiri sebuah batu besar berbentuk menyerupai tubuh perempuan menunduk—diyakini sebagai perwujudan terakhir Putri Pukes.
Sejak saat itu, banyak orang datang dari jauh hanya untuk membasuh diri atau mengambil air danau. Mereka percaya, air Danau Laut Tawar bisa menyembuhkan penyakit, menghapus duka, bahkan menenangkan jiwa yang resah.
Panglima Malik, yang merasa bersalah, mengasingkan diri ke hutan dan menjadi pertapa. Ia tak pernah menikah, dan setiap malam menyalakan api kecil di pinggir danau, berharap suatu hari Putri Pukes akan kembali dalam wujud manusia.
Namun legenda berkata, Putri Pukes masih hidup—dalam bisikan angin yang melewati permukaan danau, dalam desir lembut ombak kecil, dan dalam hati siapa pun yang mencintai dengan ketulusan.