CERITA RAKYAT: KUTUKAN SEORANG NENEK

Asal Usul Danau Lau Kawar

Di sebuah desa yang damai di kaki Gunung Sinabung, hidup seorang nenek tua bernama Nenek Puti. Nenek Puti dikenal sebagai seorang yang penuh kebijaksanaan, namun hidupnya dipenuhi dengan kesedihan. Beliau tinggal sendirian di sebuah rumah sederhana, jauh dari keramaian desa. Hanya sesekali beliau terlihat keluar rumah untuk berbicara dengan beberapa tetangga.

Namun, di balik keramahannya, Nenek Puti menyimpan rasa kecewa yang mendalam. Dulu, ia pernah memiliki keluarga yang sangat dicintainya, seorang suami yang baik hati, dan seorang anak perempuan yang sangat disayanginya. Namun, mereka semua meninggal karena suatu penyakit menular yang melanda desa mereka. Kepergian suami dan anaknya meninggalkan luka mendalam di hati Nenek Puti, dan sejak itu, ia hidup dalam kesendirian dan kesepian.

Pada suatu malam yang penuh bulan, setelah bertahun-tahun kesedihan menggerogoti hatinya, Nenek Puti merasa sangat kesal dengan kehidupan yang terus berjalan tanpa belas kasihan. Ia merasa marah kepada takdir yang telah merenggut keluarganya. Dalam kekesalannya, Nenek Puti mengucapkan sebuah kutukan yang mengerikan.

“Siapa pun yang berani datang mengusik kedamaian ini, aku kutuk mereka untuk merasakan apa yang telah aku rasakan. Akan kuubah tanah ini menjadi sebuah tempat yang tak bisa lagi dilalui, sebuah tempat yang akan mengingatkan mereka pada penderitaan yang tak kunjung usai!”

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Nenek Puti berdiam diri dan tertidur dengan penuh amarah. Namun, keesokan harinya, sesuatu yang aneh terjadi. Langit mendung, dan hujan turun sangat deras, membasahi seluruh desa. Air dari Gunung Sinabung mulai mengalir deras dan menutupi permukaan tanah.

Hujan yang tak kunjung berhenti itu akhirnya mengubah desa menjadi sebuah danau besar. Air yang terus meluap membentuk sebuah cekungan luas yang kini dikenal sebagai Danau Lau Kawar. Airnya yang jernih dan luas kini menutupi tanah yang sebelumnya pernah menjadi rumah Nenek Puti dan keluarganya. Danau itu menjadi saksi bisu akan kutukan yang terucap dari bibir nenek tua yang penuh kesedihan.

Meskipun air dari danau itu indah, namun warga desa yang baru datang atau yang melintasi tempat itu merasakan kesedihan dan kesepian yang mendalam setiap kali mereka menatap danau tersebut. Mereka merasa seolah-olah suara tangisan terdengar di antara gemericik air dan angin yang berbisik lembut. Beberapa orang mengatakan bahwa mereka melihat bayangan seorang nenek tua di sekitar danau, sedang menatap air dengan penuh harapan.

Akhirnya, para tetua desa berkumpul dan merumuskan sebuah keputusan untuk menghormati kutukan tersebut. Mereka menyarankan agar tidak ada yang mencoba untuk mengganggu atau mengeksplorasi dasar danau. Danau Lau Kawar akhirnya menjadi tempat yang dihormati dan dianggap sebagai pengingat akan kutukan seorang nenek yang telah kehilangan segala-galanya.

Kisah Nenek Puti pun menjadi legenda yang diwariskan turun-temurun, sebagai peringatan bahwa kesedihan yang terpendam dan kebencian yang tak terungkap bisa membawa bencana yang tak terduga. Masyarakat kini menghormati Danau Lau Kawar dengan penuh hati-hati, dan bagi mereka yang pernah mengunjunginya, mereka akan selalu merasa ada sesuatu yang berat di dalam hati mereka—sebuah kesedihan yang tak bisa dijelaskan.