Dari Cinta yang Tulus
Dahulu kala, di sebuah desa kecil di Sumatera Utara, hidup seorang pemuda bernama Si Bungsu. Ia adalah anak petani yang hidup dalam kesederhanaan. Ayahnya, Paman Siauw, adalah seorang petani yang sangat mencintai tanahnya. Setiap pagi, Paman Siauw menggarap sawah, menanam berbagai jenis tanaman, namun tanaman yang paling ia harapkan adalah padi, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka.
Si Bungsu, meskipun muda, sangat cerdas dan penuh semangat. Ia selalu membantu ayahnya di sawah dan berusaha keras agar panen padi mereka melimpah. Namun, meski sudah bekerja keras, tanah mereka tak pernah menghasilkan padi yang cukup. Mereka sering kelaparan, terutama ketika musim kemarau datang. Si Bungsu merasa sangat prihatin melihat penderitaan keluarganya.
Suatu hari, saat sedang mencari bibit untuk ditanam, Si Bungsu bertemu dengan seorang wanita tua yang misterius di pinggir hutan. Wanita itu mengenakan pakaian putih bersih dan matanya yang penuh bijaksana memandang Si Bungsu dengan penuh perhatian.
“Wahai anak muda, mengapa engkau terlihat begitu murung?” tanya wanita tua itu.
Si Bungsu menceritakan semua keluh kesahnya tentang kesulitan hidup dan kegagalannya menanam padi di sawah. Wanita itu mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu berkata, “Aku bisa membantumu. Tanah yang kau kelola memiliki kekuatan. Jika kau berani berbuat baik dengan hati yang tulus, padi akan tumbuh dengan subur.”
Si Bungsu mendengarkan penuh harap. Wanita tua itu memberikan sebuah benih padi yang sangat indah dan berkata, “Tanamlah benih ini dengan penuh cinta dan keikhlasan, dan tanah akan membalas usahamu.”
Dengan rasa penasaran, Si Bungsu membawa benih itu pulang dan menanamnya di sawah milik ayahnya. Ia mengikuti petunjuk wanita tua tersebut, menanam dengan penuh hati, menyiramnya dengan air bersih, dan merawatnya setiap hari dengan penuh kasih sayang. Meskipun cuaca tidak mendukung, Si Bungsu tidak pernah menyerah. Ia terus berdoa, berharap tanah akan memberikan hasil yang baik.
Hari demi hari berlalu, dan tiba saatnya panen tiba. Si Bungsu dan ayahnya mengangkat hasil panen mereka. Keajaiban terjadi—padi yang mereka tanam tumbuh sangat subur, bulir-bulir padi berisi penuh, dan hasilnya jauh lebih banyak dari yang mereka harapkan. Tanah yang sebelumnya gersang kini berubah menjadi ladang yang subur.
Mereka tidak hanya memiliki padi untuk makan, tetapi juga bisa menjual hasil panen mereka dan memperoleh lebih banyak untuk kehidupan sehari-hari. Seluruh desa tercengang melihat hasil panen yang melimpah itu. Semua orang bertanya-tanya bagaimana Si Bungsu bisa melakukannya. Si Bungsu hanya tersenyum dan mengingat kembali kata-kata wanita tua yang telah memberinya benih padi tersebut.
Sejak saat itu, padi menjadi sumber kehidupan bagi seluruh desa. Si Bungsu mengajarkan kepada orang-orang di sekitarnya tentang pentingnya menanam dengan hati yang tulus dan penuh kasih. Padi tidak hanya menjadi sumber makanan, tetapi juga simbol kerja keras, ketulusan, dan keberkahan yang datang dari cinta yang tulus kepada tanah.