(Tema: Cinta Tanah Air & Sila ke-3: Persatuan Indonesia)
Hari Senin pagi, suasana sekolah ramai. Semua siswa berbaris di lapangan. Hari ini upacara bendera.
Budi berdiri di barisan kelas empat, rapi dengan seragam putih merah. Matanya memperhatikan bendera Merah Putih yang sedang dikibarkan Pak Anton dan kakak OSIS.
Saat lagu Indonesia Raya berkumandang, Budi ikut menyanyi dengan semangat. Ia menatap bendera itu berkibar tinggi di langit biru. Di hatinya muncul rasa bangga.
“Selesai upacara, kita akan menggambar tentang cinta tanah air,” kata Bu Rina saat kembali ke kelas. “Tugasnya dikumpulkan hari ini juga, ya!”
Budi senang. Ia memang suka menggambar. Tapi kali ini, ia bingung. Cinta tanah air itu seperti apa, ya?
Teman-temannya mulai menggambar. Ada yang menggambar pahlawan, ada yang menggambar sawah dan gunung, ada juga yang menggambar Garuda Pancasila.
Budi memandangi kertas putihnya. Ia teringat saat berdiri tegak waktu menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lalu ia tersenyum dan mulai menggambar.
Ia menggambar seorang anak kecil, mirip dirinya, berdiri sambil memegang bendera merah putih. Di sekelilingnya ada teman-teman dari berbagai daerah, pakai pakaian adat. Semuanya tersenyum dan berdiri bersama.
Saat waktunya presentasi, Bu Rina memanggil satu per satu siswa. Giliran Budi pun tiba.
“Ayo, Budi, ceritakan gambarmu,” kata Bu Rina.
Budi maju ke depan dengan sedikit gugup. “Aku menggambar anak Indonesia yang bangga memegang bendera. Di sekelilingnya ada teman-teman dari berbagai daerah. Kita semua beda-beda, tapi tetap satu. Kita Indonesia.”
Bu Rina tersenyum lebar. “Bagus, Budi. Gambar dan penjelasanmu mencerminkan cinta tanah air dan pengamalan sila ketiga Pancasila: Persatuan Indonesia. Kamu menunjukkan bahwa walau berbeda, kita tetap satu bangsa.”
Teman-teman bertepuk tangan. Budi merasa bangga, bukan hanya karena gambarnya disukai, tapi karena ia bisa menunjukkan cintanya pada Indonesia.
Sejak hari itu, Budi jadi makin semangat belajar. Ia ingin suatu hari menggambar Indonesia yang makin maju dan damai.