Latar: Awal Desember 1945. Setelah kedatangan Kolonel Soedirman, pasukan TKR mulai bangkit. Mereka tidak lagi bertarung frontal, melainkan menggunakan taktik gerilya: menyergap, membakar gudang logistik musuh, dan mengacaukan jalur suplai. Ambarawa mulai bergolak dari dalam.
⛰️ Latar Panggung:
- Tengah: Hutan kecil dan ladang penduduk, jalur rel kereta tua.
- Kiri: Pos logistik Belanda, penjaga bersenjata.
- Kanan: Gubuk gerilyawan, tempat berkumpul dan menyusun rencana.
- Latar belakang: Suara jangkrik malam, tembakan sesekali terdengar jauh. Cahaya api unggun dan obor.
👤 Tokoh-tokoh:
- Kolonel Soedirman: Pemimpin bijak dan penuh siasat.
- Serda Parto: Mulai percaya diri dan jadi pengatur lapangan.
- Sukro dan Rini: Tim penyusup dan pembakar gudang logistik.
- Prajurit muda: Belajar gerilya dari warga desa.
- Belanda dan Gurkha: Terkejut dan kewalahan menghadapi serangan tak terduga.
🎙️ Dialog dan Aksi:
(Lampu menyorot pangkalan gerilya. Peta dari kulit pisang, batu arang dipakai sebagai pena. Suara kodok dan jangkrik jadi latar.)
SOEDIRMAN
(pelan, sambil menunjuk peta)
Mereka kuat karena suplai dari Magelang dan Semarang. Kalau kita potong jalur itu, mereka lapar. Dan kalau mereka lapar, mereka pulang.
SERDA PARTO
(tak sabar)
Saya bisa pimpin tim ke gudang mereka di barat. Rini dan Sukro tahu jalan tikusnya.
RINI
(tegas)
Saya bisa menyamar jadi penjual sayur. Saya tahu kapan mereka lengah.
SUKRO
(dengan senyum nakal)
Saya tinggal kirim sinyal pakai asap… lalu ledakkan gudang mereka dari dapur belakang.
(Lampu pindah ke sisi kiri: Gudang logistik Belanda. Para penjaga tertawa, tak sadar ada bayangan menyelinap.)
PENJAGA BELANDA
(dalam bahasa Belanda, tertawa)
Mereka petani bodoh. Apa yang bisa mereka lakukan?
(Tiba-tiba ledakan kecil. Api menyala. Suara peluit panjang. Kacau. Gerilyawan menyerbu dari segala arah lalu menghilang ke hutan.)
BELANDA
Alarm! Serangan! Dari mana mereka datang!?
🎙️ NARATOR (suara tenang, seperti bisikan hutan):
“Gerilya bukan sekadar perang. Ia adalah seni menari dalam gelap. Ketika musuh mencari, mereka tak temukan apa pun… kecuali ketakutan mereka sendiri.”
(Kembali ke pangkalan. Semua pasukan berkumpul di sekitar api unggun. Tertawa pelan, makan singkong, dan tersenyum lelah.)
SUKRO
(mengunyah sambil tertawa)
Gudang mereka meledak. Aku lihat perwira mereka lari cuma pakai celana dalam!
RINI
(cuek)
Besok kita coba jalur kereta. Kalau bisa, kita lumpuhkan relnya.
SERDA PARTO
(kepada Soedirman)
Kolonel… mereka mulai panik. Kita bikin Ambarawa jadi neraka buat penjajah.
SOEDIRMAN
(pelan, khidmat)
Jangan hanya buat mereka takut… buat rakyat percaya. Bahwa tanah ini… milik kita.
🎵 (Musik drum pelan. Sorot cahaya menyoroti tangan-tangan yang mengangkat bendera, menggambar panah pada peta. Hujan rintik-rintik mulai turun. Tapi semangat tetap menyala.)
BABAK BERAKHIR
(Cahaya padam perlahan. Suara langkah kaki menjauh ke dalam hutan. Terdengar bisikan: “Merdeka… atau mati.”)