Babak 4: Ultimatum yang Diabaikan

Latar: Sore hari, 18 September 1945. Di depan Hotel Yamato dan posko pemuda. Upaya negosiasi dilakukan, tapi kesombongan Belanda memancing amarah yang tak bisa lagi dibendung.


🎥 Tata Panggung:

  • Kiri: Teras Hotel Yamato, dijaga tentara Sekutu dan perwakilan NICA
  • Tengah: Jalan besar dipenuhi rakyat, pos negosiasi dibuat dengan meja dan mikrofon
  • Kanan: Posko BKR dan barisan pemuda, dengan bendera merah putih yang siap dikibarkan

👥 Tokoh-Tokoh Kunci:

  • Residen Sudirman (utusan pemerintah RI untuk negosiasi)
  • Tuan Plunkett (perwakilan Belanda, keras kepala)
  • Harun dan Sidik (pemuda garis depan)
  • Letda Suroso (pemimpin BKR lokal)

🎬 ADEGAN DIMULAI:

Adegan 1: Negosiasi di Teras Hotel

(Lampu menyala di kiri panggung. Residen Sudirman duduk menghadap Plunkett. Dua tentara Sekutu berjaga di belakang.)

SUDIRMAN:
Saya datang bukan untuk membujuk. Tapi menuntut. Turunkan bendera itu, atau kami yang akan melakukannya.

PLUNKETT:
(bersandar malas)
Negara Anda? Tak ada pengakuan internasional. Ini masih wilayah Kerajaan Belanda.

SUDIRMAN:
Anda menyulut api, Tuan Plunkett. Dan Surabaya bukan tanah yang takut pada api.


Adegan 2: Di Luar Hotel – Rakyat Menunggu

(Di tengah panggung, rakyat berkumpul mendengarkan hasil perundingan lewat pengeras suara.)

LETD. SUROSO (berdiri di podium darurat):
Kami telah memberi waktu. Kami telah bicara baik-baik. Tapi bendera itu masih berkibar.

HARUN:
Kalau begitu… sudah waktunya kita naik ke atas.

KERUMUNAN:
MERDEKA!! TURUNKAN BENDERA BELANDA!!


Adegan 3: Percakapan Rahasia Pemuda

(Harun dan Sidik di balik panggung, suara massa masih terdengar.)

SIDIK:
Kita bisa naik lewat sisi belakang. Tangga darurat.

HARUN:
Kau siap, Dik? Kalau mereka menembak…?

SIDIK:
Aku lebih takut melihat anak-anakku hidup dijajah lagi daripada peluru.

(Mereka saling menatap. Kepalan tangan. Tekad terpancar.)


🎵 Musik dan Cahaya:

Lampu redup di area hotel, terang di wajah-wajah pemuda. Musik ketegangan pelan-pelan membangun atmosfer. Genderang revolusi mulai dipukul pelan-pelan di latar.


📜 Narator Menutup Babak:

NARATOR (suara latar):

Negosiasi sudah dilakukan. Tapi harga diri bukan untuk ditawar. Maka di kota Surabaya, anak-anak muda memutuskan: kalau mereka tak mau menurunkan lambang penjajahan itu… maka tangan kami yang akan merobeknya.


BABAK BERAKHIR