Babak 4: Api di Benteng Willem

Latar: Subuh, 20 November 1945. Benteng Willem, peninggalan kolonial di pinggir Ambarawa. TKR dan rakyat mengepung benteng yang dikuasai Sekutu dan NICA. Udara mencekam. Pertempuran pertama tak bisa dielakkan.

⛰️ Latar Panggung:

  • Tengah: Tembok besar benteng, gerbang kayu kokoh, pos penjagaan tinggi.
  • Kanan: Parit perlindungan dan semak tempat persembunyian TKR.
  • Kiri: Rumah warga terbakar, menunjukkan bahwa perang mulai menyebar ke desa.
  • Efek suara: tembakan jarak jauh, granat, teriakan perintah, dan asap tipis di panggung.

👤 Tokoh-tokoh:

  • Mayor Isdiman: Pemimpin pasukan, memimpin langsung dari garis depan.
  • Sukro: Pemuda yang kini memegang senapan, penuh adrenalin.
  • Rini: Relawan medis, menyelamatkan korban dari medan perang.
  • Letnan Smith & Kapten van der Velde: Bertahan di dalam benteng, memberi komando balasan.
  • Serda Parto: Menyusun taktik serangan bersama TKR lainnya.
  • Pasukan TKR & Warga bersenjata bambu runcing.

🎙️ Dialog dan Aksi:

(Lampu menyala redup. Udara berkabut. Para pejuang merayap di balik semak. Mayor Isdiman berdiri membisikkan taktik.)

MAYOR ISDIMAN
(fokus, suara rendah)
Pasukan depan lewat sisi timur. Sapu penjaga di menara. Serda Parto, lindungi relawan medis. Jangan biarkan korban sia-sia.

SUKRO
(gemetar, tapi penuh tekad)
Kalau saya gugur, Mayor… bilang ke Rini, saya nggak pernah menyesal.

MAYOR ISDIMAN
(menepuk pundaknya)
Kita berjuang bukan untuk mati. Tapi untuk hidup yang layak.

(Ledakan kecil. Tembakan meletus. Pasukan TKR menyerbu. Letnan Smith di dalam benteng berteriak.)

LETNAN SMITH
Balas tembak! Lindungi gerbang utama! Jangan biarkan mereka masuk!

KAPTEN VAN DER VELDE
Bakar ladang sekitar! Buat mereka buta arah!

(Di luar benteng, kekacauan. Rini berlari ke arah pemuda yang terluka, darah di mana-mana.)

RINI
(teriak sambil mengobati luka)
Tahan! Tahan! Jangan pejamkan mata! Sukro! Bawa tandu! Sukro?! SUKRO?!

(Rini melihat Sukro rebah tak jauh dari benteng. Bahunya tertembak. Ia tetap berusaha menembak balik.)

SUKRO
(tersenyum pahit)
Heh… Mbak. Aku masih hidup kok… Tapi kayaknya… peluru mereka serius…

RINI
(menangis sambil menekan lukanya)
Jangan bercanda! Jangan tinggalin aku sekarang!

(Mayor Isdiman memimpin serangan ke gerbang utama. Ia lemparkan granat ke pos penjaga.)

MAYOR ISDIMAN
Untuk Republik! Untuk Ambarawa!!

(Granat meledak. Gerbang terbuka. Pasukan menyerbu masuk. Teriakan dan tembakan bersahut-sahutan. Namun dalam kekacauan, sebuah tembakan dari menara mengenai Mayor Isdiman. Ia roboh.)

SERDA PARTO
(berteriak)
MAYOR!!!

RINI
(lari ke arahnya, histeris)
Tidaaak… tidak… Tuhan… jangan dia…

(Mayor Isdiman berbisik lemah ke telinga Rini.)

MAYOR ISDIMAN
Jangan biarkan perlawanan ini… mati bersamaku…

RINI
Kami akan teruskan… kami janji…


🎙️ NARATOR (suara berat, mendalam):

“Benteng tua itu akhirnya retak… tapi harga yang dibayar tak murah. Darah pemimpin, air mata rakyat, dan nyawa anak bangsa jadi bukti: kemerdekaan bukan hadiah… tapi warisan luka yang diperjuangkan.”


BABAK BERAKHIR
(Sorot lampu padam perlahan. Suara tembakan menghilang. Musik instrumen pelan ‘Gugur Bunga’ mulai mengalun.)