Babak 1: Kekalahan Jepang dan Kekosongan Kekuasaan

Latar: Jakarta, pertengahan Agustus 1945. Kota dalam suasana gamang. Tentara Jepang mulai kacau, rakyat resah, golongan pemuda gelisah menanti momentum.

⛰️ Tata Panggung:

  • Kiri panggung: Kantor berita Jepang, meja putar, radio tua memutar berita kekalahan.
  • Tengah: Jalanan Jakarta yang sunyi dan tegang. Rakyat berkumpul, bisik-bisik gelisah.
  • Kanan: Rumah seorang tokoh pemuda, remang dengan peta dan pamflet tersebar.

👤 Tokoh:

  • Narator
  • Wikana
  • Chairul Saleh
  • Sukarni
  • Rakyat 1 dan 2
  • Tentara Jepang (diam, menunduk)
  • Radio Jepang (suara rekaman)

🎙️ Adegan Dimulai:

(Lampu sorot perlahan menyala. Suara sirene sayup. Radio Jepang berbicara dalam bahasa Jepang, lalu muncul terjemahan dalam suara narator.)

SUARA RADIO (JEPANG) – DITERJEMAHKAN NARATOR:
“…Pemerintah Kekaisaran Jepang telah menerima Deklarasi Potsdam. Kekaisaran menyerah tanpa syarat kepada Sekutu…”

(Lampu menerangi wajah-wajah tegang warga. Beberapa menatap langit, yang lain membisiki satu sama lain.)

RAKYAT 1
(berbisik pada Rakyat 2)
Apa artinya ini? Jepang kalah… tapi siapa yang sekarang berkuasa?

RAKYAT 2
(menggeleng)
Itulah masalahnya. Tentara Jepang masih bersenjata, tapi pemerintahnya sudah menyerah. Kita di antara kekosongan…

(Panggung tengah. Pemuda-pemuda berkumpul. Wikana berdiri, wajahnya tegas.)

WIKANA
(serius)
Ini saatnya. Kita tak bisa menunggu. Kekosongan ini… adalah peluang. Jika kita diam, Sekutu akan datang, Belanda ikut masuk, dan kita dijajah lagi.

CHAIRUL SALEH
(menyela)
Betul. Kita harus segera proklamirkan kemerdekaan. Kita butuh keberanian—bukan menunggu aba-aba dari Jepang atau siapa pun.

SUKARNI
(dengan emosi)
Soekarno-Hatta harus kita dorong! Kalau perlu, kita paksa mereka ambil keputusan malam ini!

(Lampu berganti ke sisi kanan. Tentara Jepang lewat dengan langkah pelan, wajah muram. Mereka menunduk. Suara pengiring lembut mengalun.)

NARATOR
(suara naratif tenang)
Kekalahan Jepang menciptakan ruang kosong yang genting. Tentara mereka masih ada, bersenjata, tapi tak lagi punya semangat. Sementara rakyat Indonesia… siap menjemput takdirnya.

🎵 Musik Latar:

Petikan biola minor, beralih ke nada semangat saat pemuda-pemuda mulai berdiri dan bergerak menuju pusat kota.

(Lampu meredup. Suara narator menguat.)

NARATOR

“Di balik senyap kota yang menahan napas, sejarah bersiap ditulis. Bukan oleh mereka yang ragu… tapi oleh mereka yang berani melangkah sebelum aba-aba.”

BABAK BERAKHIR