CERPEN DEWASA: AKHIRNYA DIA PULANG (SOLDIER OF FORTUNE)

Yono berdiri di depan rumah yang lama tak ia kunjungi. Rumah itu tak banyak berubah. Dindingnya yang pernah dicat putih kini tampak pudar, namun pintu kayunya masih kokoh seperti dulu. Udara sore itu terasa lembap, membawa kembali ingatan-ingatan lama yang seharusnya sudah lama ia lupakan.

Selama bertahun-tahun, ia menghindari tempat ini, menghindari wajah-wajah yang pernah ia kenal. Perang batin yang tak kunjung usai membuatnya memilih untuk berjalan jauh, menjauhkan diri dari rumah ini dan segala kenangannya. Tapi kini, saat ia kembali, semuanya terasa berbeda. Semua yang ia tinggalkan terasa lebih berat dari yang ia duga.

Ia menekan bel pintu, suara derit pintu tua mengiringi langkahnya masuk ke dalam rumah. Ibunya sudah menunggu, duduk di kursi goyang dengan wajah yang terlihat lebih tua, lebih lelah dari yang terakhir kali ia ingat. Yono tak tahu harus berkata apa, terlalu banyak waktu yang terbuang.

“Yono,” suara ibunya yang lemah terdengar. “Kau akhirnya kembali juga.”

Yono hanya bisa mengangguk, mencoba menyembunyikan perasaan yang menggerogoti. “Maafkan aku, Bu. Aku… aku tidak tahu apa yang membuatku pergi begitu lama.”

Ibunya tersenyum tipis. “Kau bukan satu-satunya yang melarikan diri, Nak. Kadang, kita harus pergi untuk tahu apa yang benar-benar kita cari.”

Setelah sekian lama, Yono duduk di ruang tamu yang hampir tidak berubah. Ada gitar tua yang masih tergeletak di pojok ruangan, sama seperti yang ia tinggalkan bertahun-tahun lalu. Ia teringat waktu itu, ketika ia masih muda dan bersemangat, berharap bisa menjadi lebih dari apa yang dunia lihat padanya. Tapi sekarang, semuanya terasa hampa.

“Mungkin aku hanya seorang soldier of fortune,” gumamnya pelan, sambil memandang gitar tua itu.

Ibunya memandangnya dengan tatapan penuh makna, seolah ia mengerti lebih banyak dari yang Yono sangka. “Apakah itu yang kau cari selama ini, Yono? Perang yang tidak pernah berakhir?”

Yono terdiam. Ia tahu ibunya benar. Perjalanan yang ia jalani tidak pernah menemukan jawaban yang pasti. Semua yang ia cari di luar sana tidak pernah benar-benar mengisi kekosongan di dalam dirinya.

Setelah beberapa lama, Yono berdiri dan mengambil gitar tua itu. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mulai memainkan senar-senar yang sudah lama tidak ia petik. Suara gitar itu, meskipun berdebu dan sudah tidak seindah dulu, mengingatkannya pada masa lalu. Masa di mana ia masih punya impian.

Lagu Soldier of Fortune terdengar pelan di benaknya. Ia menyadari bahwa seperti seorang prajurit yang terus mencari tanah airnya, ia pun terus mencari arti hidup, meski tak pernah menemukan tempat yang tepat. Tapi setidaknya, malam itu, ia kembali ke tempat yang pernah disebut rumah—dan itu sudah cukup untuk membuatnya merasa sedikit lebih utuh.

Yono terdiam. Ia tahu ibunya benar. Perjalanan yang ia jalani tidak pernah menemukan jawaban yang pasti. Semua yang ia cari di luar sana tidak pernah benar-benar mengisi kekosongan di dalam dirinya.

Namun, seiring pikirannya yang melayang, wajah Ana, pacarnya, muncul kembali di benaknya. Ana yang masih setia menunggu, meskipun Yono tahu bahwa bertahun-tahun telah berlalu tanpa kabar. Ia teringat pesan-pesan yang sering diterimanya dari Ana, meski jarang ia balas. “Aku menunggumu, Yono,” tulis Ana dalam sebuah pesan lama yang masih tersimpan di ponselnya. Saat itu, Yono hanya bisa terdiam dan berpikir betapa selama ini ia telah meninggalkan Ana dalam kesepian, berharap bahwa waktu dan jarak bisa menjelaskan semuanya. Tapi sekarang, di sini, ia menyadari betapa dalam perasaan Ana—perasaan yang ia abaikan selama ini.

Tanpa berpikir panjang, Yono mengambil keputusan yang mendalam. Ia akan menemui Ana. Ia akan kembali untuk orang yang telah lama menunggu tanpa pernah menuntut apa-apa. Berjalan dengan langkah berat, ia pergi menuju rumah Ana.

Ketika pintu dibuka, Ana berdiri di sana, matanya terlihat sedikit terkejut. Tak ada kata-kata yang terucap dari mulut keduanya. Wajah Yono yang sudah lebih banyak dipenuhi kerut, dan mata Ana yang penuh kebingungan bertemu dalam keheningan yang penuh makna. Hanya ada air mata yang mulai menetes di pipi Ana. Dalam keheningan itu, tanpa kata, mereka saling berpelukan. Pelukan hangat yang seperti mengungkapkan semua waktu yang terbuang, semua penyesalan, dan semua cinta yang tak terucap.

Ana tahu Yono datang untuknya. Tak perlu kata-kata. Cukup dengan pelukan itu, ia tahu bahwa Yono akhirnya kembali—meski entah untuk berapa lama. Dan meskipun masa depan masih tidak jelas, saat itu, mereka hanya membiarkan diri mereka tenggelam dalam kehangatan kebersamaan yang terlambat, tapi sangat berarti.