Adegan 3: Dewan Tertinggi Galaksi dan Tanda Pengkhianatan

Latar: Ruang Sidang Galaksi — panggung dihias simbol-simbol kerajaan luar angkasa, kursi tinggi melayang (digambarkan dengan properti bertingkat dan pencahayaan dari bawah). Empat tokoh berjubah berbeda warna duduk seperti patung. Musik gamelan lambat dipadukan dengan dentingan bunyi digital.

(Masuk ARYA SAGARA dan MBAH SANDIKA ke tengah panggung. Mereka berdiri di hadapan DEWAN TERTINGGI: RATU LINTANG (ungu), DUKUN CEKRA (hijau), SENAPATI VARDHAN (merah), dan PENGAWAL RAHAYU (putih). Lampu sorot bergantian menyoroti tiap dewan saat berbicara.)

RATU LINTANG:
(dingin dan tegas)

Kau datang dengan mimpi dan dongeng?
Kami tidak memutuskan nasib galaksi berdasarkan bisikan malam, anak muda.

DUKUN CEKRA:
(geram, sambil mengusap manik-manik bintang di lehernya)

Tapi tanda itu nyata!
Tiga gerhana di orbit Kartika…
Dan retakan waktu di sudut langit Kresna…
Semua sesuai dengan naskah kuno Perjanjian Nebula!

SENAPATI VARDHAN:
(memandang Arya penuh curiga)

Anak ini belum teruji!
Bagaimana bisa ia dipercaya menahan kegelapan Duryatma?

PENGAWAL RAHAYU:
(berbisik lembut, namun matanya tajam)

Kadang cahaya datang bukan dari matahari…
Tapi dari lilin terakhir sebelum padam.

MBAH SANDIKA:
(naik satu undakan, suara lantang)

Aku bersaksi atas garis darahnya!
Ia adalah keturunan langsung dari Dinasti Purwacitra, penjaga pertama Cahaya Jagat.
Kalian boleh menolaknya, tapi lorong waktu tidak bisa dibohongi!

(Tiba-tiba terdengar suara pecah dari sudut panggung. Sosok bertopeng hitam muncul: KAPITEN SERIGALA BUMI — mantan jenderal kerajaan yang kini menjadi pembelot.)

KAPITEN SERIGALA BUMI:
(tawa menghina)

Hahaha… Jadi ini pewaris cahaya?
Lihat dia! Masih basah oleh mimpi dan kebingungan!

ARYA SAGARA:
(melangkah maju, gemetar tapi tegas)

Aku mungkin belum tahu segalanya…
Tapi aku tahu satu hal:
Jika aku harus mati demi melindungi langit…
Maka biarlah tubuhku menjadi tameng terakhir galaksi ini!

(Suasana hening. Dewan saling pandang. Musik membangun tensi.)

RATU LINTANG:
(berdiri, lalu berkata pelan namun penuh wibawa)

Maka kami, Dewan Galaksi, membuka ujian purba…
“Ruwat Jagat.”
Jika kau lulus, maka langit akan memanggil namamu.
Jika gagal… tubuhmu akan hilang dalam kehampaan.

(Lampu merah menyala tajam. Sosok Kapten Serigala mundur perlahan, tersenyum licik.)

KAPITEN SERIGALA BUMI:

Semoga lidahmu tak patah saat membaca mantra leluhur… pewaris.

(Adegan berakhir dengan suara genderang cepat, dan lampu panggung mati satu per satu, menyisakan hanya sorot biru di wajah Arya.)