Di tengah hutan rimba, hiduplah seekor singa besar yang mengaku sebagai Raja Rimba. Ia sangat bangga dan suka dipuji-puji. Semua hewan harus tunduk padanya, meski kadang ia tak melakukan apa-apa selain tidur di atas batu besar.
Suatu hari, Kancil dan Kera duduk di bawah pohon sambil mengunyah buah.
“Raja Rimba makin sombong saja, ya?” bisik Kera.
Kancil mengangguk, “Aku punya ide. Gimana kalau kita isengin dia? Tapi bukan buat menyakitinya, cuma supaya dia sadar bahwa terlalu sombong itu tidak baik.”
Kera langsung semangat. “Ayo! Aku ikut!”
Mereka pun menyusun rencana. Kancil membuat lubang besar dan menutupinya dengan dedaunan. Di atasnya, mereka menaruh buah-buah segar—makanan kesukaan Sang Raja.
Keesokan harinya, Kera mendatangi Raja Rimba.
“Paduka, hamba melihat ada persembahan dari langit! Buah-buah manis di tengah hutan, khusus untuk Anda!”
Raja Rimba terbangun dari tidurnya dan langsung berjalan dengan gagah.
“Pasti itu hadiah karena aku raja terbaik sepanjang masa!” katanya sombong.
Saat ia melangkah ke arah buah, bruk! Raja Rimba jatuh ke dalam lubang.
“Waaa! Siapa yang berani menjebak aku?!”
Kancil muncul dari balik semak dan tertawa kecil. “Tenang, Paduka. Ini cuma pelajaran kecil. Raja yang bijak bukan yang hanya tidur dan menunggu pujian, tapi yang melindungi rakyatnya dan jadi teladan.”
Kera menambahkan, “Kami semua akan hormat pada Raja yang rendah hati.”
Raja Rimba terdiam. Ia berpikir, lalu menghela napas.
“Kalian benar… Aku terlalu sibuk menjadi sombong sampai lupa menjadi raja yang baik.”
Kancil dan Kera lalu membantu Raja Rimba keluar dari lubang. Sejak hari itu, Raja Rimba berubah. Ia mulai keliling hutan, menanyakan kabar hewan-hewan lain, dan membantu jika ada yang kesusahan.
Meski ia tahu telah diprank, Raja Rimba malah bersyukur—karena prank itu menyadarkannya.
Pesan moral:
Pemimpin sejati bukan yang minta dihormati, tapi yang mau turun tangan dan bersikap rendah hati.