20. Kancil, Kera, dan Telur Emas di Ujung Pelangi

Suatu sore, setelah hujan deras, pelangi besar muncul di atas hutan. Warnanya begitu terang hingga tampak seperti jalan menuju langit.

Kera yang sedang duduk di dahan tinggi berteriak, “Kancil! Ayo kita cari ujung pelangi! Kata burung hantu, di sana ada telur emas yang bisa mengabulkan permintaan!”

Kancil yang sedang minum di sungai mengangkat kepala. “Kau yakin, Kera?”

“Tentu! Bayangkan kalau kita punya telur emas. Aku mau istana pisang, dan kamu bisa minta kebun semangka!” jawab Kera bersemangat.

Kancil tertawa kecil, “Baiklah, mari kita coba. Tapi kita harus tetap saling bantu ya.”

Mereka memulai perjalanan panjang. Pelangi seolah menjauh setiap kali mereka mendekat. Mereka melewati sungai deras, bukit terjal, dan hutan gelap. Kera beberapa kali mengeluh, “Kaki ku pegal, Kancil. Kita pulang saja!”

Tapi Kancil tetap sabar. Ia memotivasi Kera, “Sedikit lagi. Kadang yang berharga memang tidak mudah didapat.”

Akhirnya, mereka tiba di sebuah padang rumput yang sangat cerah. Di sana, tepat di ujung pelangi, ada sarang besar berisi satu telur berkilauan keemasan.

Kera melompat kegirangan, “Itu dia! Telur emas!”

Namun, saat mereka mendekat, seekor burung raksasa muncul dari balik awan.

“Siapa yang ingin menyentuh telur ini harus menjawab satu pertanyaan,” kata burung itu. “Apa keinginanmu, dan apakah itu juga baik bagi temanmu?”

Kera hampir menjawab cepat, tapi ia menoleh ke Kancil dan diam.

Akhirnya, Kera berkata, “Saya ingin… agar saya dan sahabat saya bisa selalu bersama, saling bantu, dan bahagia.”

Kancil tersenyum. “Dan saya ingin hutan ini selalu damai agar semua hewan bisa hidup nyaman.”

Burung itu mengangguk. “Jawaban kalian tulus. Telur emas tidak perlu kalian bawa. Kebaikan kalian adalah hadiah sejati.”

Saat burung itu terbang, pelangi menghilang perlahan. Meski tak membawa telur emas pulang, Kancil dan Kera merasa hatinya hangat.


Pesan moral:
Kebaikan dan persahabatan lebih berharga daripada harta apa pun.