Suatu hari, Kancil dan Kera sedang bermain di padang rumput saat tiba-tiba langit terbuka dan muncullah cahaya warna-warni yang membentuk tangga pelangi ke langit.
“Wah, itu tangga ke Negeri Pelangi!” seru Burung Nuri.
“Negeri Pelangi?” tanya Kera penasaran.
“Itu negeri ajaib tempat warna-warna tinggal. Tapi hanya yang berhati bersih bisa sampai ke sana,” jelas Nuri.
Tentu saja, Kera langsung memanjat tangga. “Aku mau lihat pelangi dari dekat!”
Kancil menyusul, lebih hati-hati. Mereka naik dan naik, hingga sampai di sebuah negeri penuh warna. Rumput berwarna ungu, langit oranye lembut, dan pohon-pohon memancarkan cahaya keemasan.
Tapi tak lama setelah mereka tiba, warna-warna mulai memudar. Merah jadi pucat, hijau jadi abu-abu, dan pelangi mulai retak.
“Kenapa ini terjadi?” tanya Kancil pada Penjaga Warna, seekor burung besar bersayap perak.
“Karena ada yang membawa niat buruk ke sini,” jawab burung itu. “Negeri Pelangi hanya bisa hidup dari kebaikan hati.”
Kera tertunduk. Ternyata saat naik tadi, ia sempat mencuri batu warna dari tangga pelangi untuk dibawa pulang sebagai hiasan.
“Aku… aku salah,” kata Kera. Ia mengeluarkan batu itu dan mengembalikannya. “Aku hanya ingin terlihat hebat.”
Penjaga Warna tersenyum. “Mengaku salah adalah langkah pertama menuju kebaikan.”
Pelangi mulai bercahaya kembali. Warna-warna berputar seperti tarian cahaya.
Kancil menatap sahabatnya. “Keajaiban hanya datang pada mereka yang tulus, Kera.”
Saat mereka turun, tangga pelangi perlahan menghilang. Tapi mereka tahu, selama hati mereka bersih, pelangi itu akan selalu bisa mereka tuju lagi suatu hari nanti.
Pesan moral:
Kesombongan dan niat buruk bisa merusak keindahan. Kejujuran dan ketulusan akan membuka pintu keajaiban.