🎭 BABAK 7: Kongres Pertama Budi Utomo

🕰 Latar Waktu:
Oktober 1908

📍 Lokasi:
Pendopo Djokjakarta – suasana resmi dan sakral. Bendera Hindia belum ada, tapi ruangan dipenuhi dengan semangat. Para wakil cabang dari berbagai kota datang dengan pakaian tradisional, sebagian memakai jas Eropa. Genderang kecil dan gong mengiringi suasana awal sidang.

ADEGAN:

(Suetomo berdiri di depan mimbar kayu sederhana. Di hadapannya, puluhan pemuda dari berbagai daerah duduk rapi. Kamera imajiner menyorot wajah-wajah penuh semangat, sebagian gugup, sebagian berani.)

SOETOMO:
Saudara-saudara…
Hari ini kita tidak lagi hanya murid-murid STOVIA.
Hari ini kita adalah wakil-wakil bangsa.
Untuk pertama kalinya, kita berkumpul bukan karena dijajah,
tapi karena kita ingin membangun bersama.

(Suara tepuk tangan pelan, penuh hormat.)

DELEGASI SURABAYA (berdiri):
Kami dari Surabaya membawa 30 anggota baru.
Rakyat di sana mulai percaya bahwa anak-anak mereka bisa belajar, bisa bersuara.
Kami siap bergabung, dan membentuk cabang resmi Budi Utomo.

DELEGASI MAGELANG:
Kami belum banyak, tapi kami ingin berkontribusi dalam bidang pertanian dan pendidikan desa.
Bisakah program kerja Budi Utomo menyentuh kampung-kampung?

SOETOMO:
Justru dari sanalah kita mulai.
Kalau rakyat pedalaman tidak ikut bangkit, maka kota-kota ini akan runtuh sendiri.
(Berhenti sebentar)
Saudara-saudara… kita harus menentukan struktur. Kita harus sepakat pada arah.
Dan yang lebih penting, kita harus memilih pemimpin.

ADEGAN BERIKUTNYA:
(Sidang diwarnai perdebatan kecil: apakah organisasi ini harus terbuka untuk semua suku dan kalangan? Atau cukup untuk kaum priyayi dan terpelajar?)

TJIPTO (berdiri lantang):
Kalau kita hanya menyelamatkan kaum atas, lalu siapa yang akan menyuarakan wong cilik?
Budi Utomo tidak boleh jadi klub eksklusif!

DELEGASI YOGYA (menanggapi):
Tapi kalau terlalu luas, kita bisa kehilangan arah.
Bangun pondasi dulu. Barulah meluas.

(Sidang semakin hangat. Lalu Wahidin berdiri, tenang tapi berwibawa.)

WAHIDIN:
Anak-anakku…
Ingat tujuan awal kita: usaha luhur.
Yang luhur bukan yang tertinggi. Tapi yang paling dalam hatinya.
Buka pintu selebar-lebarnya… tapi jangan lepaskan semangat persatuan.

(Peserta sidang mengangguk. Ketegangan reda. Soetomo kembali ke mimbar.)

SOETOMO:
Kita akan bentuk susunan pengurus. Akan ada program kerja.
Tapi lebih dari itu… hari ini kita membuktikan, bahwa kita bisa bersidang, bisa berdialog, bisa berbeda — tanpa dijajah!

NARATOR (suara latar):
Kongres pertama Budi Utomo bukan hanya rapat.
Ia adalah deklarasi tanpa bendera…
Bahwa anak negeri bisa berpikir sendiri.
Dan dari pendopo kecil di Djokjakarta, gema kebangkitan mulai bersuara…

(Lampu perlahan meredup. Terdengar suara angklung dan suara penabuh gong menandai akhir kongres.)